Selasa, 17 Agustus 2010

ISLAM HADIR DI AMERIKA JAUH SEBELUM COLOMBUS

السلام عليكم . بِسْــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Jika Anda mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak dan Muhammad Ibnu Abdullah.

Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat itu berdasarkan hukum Islam. Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.

Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadan Ibnu Wati.

Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.

Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.

Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.

Klik pada gambar untuk copy paste gambar lebih jelas untuk disebarkan... ^_^

Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya. Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah (*)

Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?

Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.

Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.


Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.

Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.


Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).

Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.

Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.

Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.

Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.

Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.

Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.

Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]

Dan mengapa hanya Columbus saja yang sampai saat ini dikenal sebagai penemu benua amerika? Karena saat terjadi pengusiran kaum yahudi dari spanyol sebanyak 300.000 orang yahudi oleh raja Ferdinand yang Kristen, kemudian orang-orang yahudi menggalang dana untuk pelayaran Columbus dan berita ‘penemuan benua Amerika’ dikirim pertama kali oleh Christopher Columbus kepada kawan-kawannya orang Yahudi di Spanyol.

Pelayaran Columbus ini nampaknya haus publikasi dan diperlukan untuk menciptakan legenda sesuai dengan ‘pesan sponsor’ Yahudi sang penyandang dana. Kisah selanjutnya kita tahu bahwa media massa dan publikasi dikuasai oleh orang-orang Yahudi yang bahkan dibenci oleh orang-orang seperti Henry Ford si raja mobil Amerika itu.

Maka tampak ada ketidak-jujuran dalam menuliskan fakta sejarah tentang penemuan benua Amerika. Penyelewengan sejarah oleh orang-orang Yahudi yang terjadi sejak pertama kali mereka bersama-sama orang Eropa menjejakkan kaki ke benua Amerika.

Kamis, 12 Agustus 2010

Ramadhan, Antara Generasi Awal dan Generasi Sekarang

Betapa besar perbedaan antara shaumnya –puasanya- kita dengan shaumnya salafus shalih -generasi awal Islam-.

Generasi awal Islam berlomba meraih nilainya, berkutat dalam naungannya dan mengerahkan segenap kekuatan fisik dan kekuatan jiwa untuk mengisinya.

Siang hari mereka adalah kesungguhan, produktifitas dan profesional.

Malam hari mereka adalah malam-malam meraih bekalan ruhani, tahajjud dan tilawatul Qur’an.

Sebulan penuh mereka belajar, beribadah dan berbuat baik.

Lisan mereka shaum, jauh dari berkata yang tidak ada manfaatnya, apalagi kata-kata kasar, jorok dan dusta.

Telinga mereka shaum, tidak mendengarkan pernyataan sesat, negatif dan sia-sia.

Mata mereka shaum, tidak melihat yang diharamkan dan perbuatan tidak senonoh.

Hati mereka shaum, tidak terbersit untuk melakukan kesalahan atau dosa.

Dan tangan mereka, tidak digunakan untuk mengambil yang tidak halal dan tidak menyakiti.

Berbeda dengan muslim sekarang ini.

Di antara mereka ada yang menjadikan Ramadhan sebagai musim ta’at kepada Allah swt. dan melipatgandakan kebaikan.

Mereka shaum siang harinya dengan sebaik-baiknya. Mereka qiyam Ramadhan –shalat tarawih dan tahajjud- dengan sebaik-baiknya.

Mereka bersyukur kepada Allah swt. atas nikmat yang diberikan, dan mereka tidak lupa saudara-saudara mereka yang lemah dan tidak beruntung.

Mereka berusaha meneladani Nabi, sebagai orang yang paling dermawan dan paling banyak berbuat baik dalam bulan Ramadhan, laksana angin yang tertiup.

Kelompok lain adalah, kelompok yang tidak pernah tahu dan sadar akan kebaikan Ramadhan. Mereka tidak merasakan manfaat dari bulan Ramadhan. Mereka tidak peduli dengan shiam dan qiyam. Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu keutamaan dan keistimewaan Ramadhan.

Padahal Allah swt. menghidangkan Ramadhan bagi qalbu dan ruh –hati dan jiwa- sekaligus. Sedangkan mereka malah menjadikan Ramadhan untuk memperturutkan syahwat perut dan mata (tidur) semata.

Allah swt. menjadikan Ramadhan sebagai upaya menyemai sikap kasih sayang dan kesabaran. Justeru mereka menjadikannya sebagai ajang amarah dan mengumpat.

Allah swt. menjadikan Ramadhan sebagai wahana meraih sakinah –ketentraman- dan keteduhan. Mereka malah menjadikannya sebagai bulan pertengkaran dan perselisihan.

Allah swt. menjadikan Ramadhan sebagai momentum perubahan diri, namun mereka hanya merubah jadwal makan belaka.

Allah swt. menghadirkan Ramadhan untuk menggugah si kaya agar peduli dengan yang tak berpunya. Namun mereka menjadikannya sebagai ajang memperbanyak makanan dan minuman dengan aneka ragamnya.

Semoga umat muslim melaksanakan shaum Ramadhan adalah dalam rangka meraih janji Allah swt. taqwallah, bertaqwa kepada Allah swt. sebagaimana yang diperintahkan Al Qur’an, dengan demikian mereka akan keluar dari Ramadhan menjadi orang-orang yang suci (fithri) dan dosanya terhapuskan, biidznillah. Allahu a’lam (dakwatuna.com)

Kamis, 05 Agustus 2010

KEPERCAYAAN & KEJUJURAN

Oleh: Udo Yamin Majdi


Selesai menggelar acara Volunteer Training, aku bersama Aa Fatih tidak langsung pulang ke Tafahna. Sebab, ada beberapa agenda lagi di Cairo. Diantaranya, mengisi acara Up Grading di IKMAL (Ikatan Mahasiswa Lampung) dan LBT (Leadership Basic Training) di PII (Pelajar Islam Indonesia). Aku dan anak sulungku itu, bermalam di sekretariat Pwk. Persis (Perwakilan Pimpinan Pusat Persatuan Islam) Mesir di Nasr City.

* * *

Siang menjelang Dhuhur, keesok harinya, hpku berdering. Aku ambil, lalu kudekatkan di telinga kanan. Di ujung sana, terdengar suara Andy, Ketua Umum PII, "Do, ini rute tempat training, antum nanti naik mobil eltramco Tagammu' Awwal, lalu turun di Syibrawy. Kalo udah di sana, antum miscall aja ana. Ntar kita jemput!"

Aku dan Aa Fatih meninggalkan sekretariat Pwk.Persis. Kami berdua naik mobil eltramco dari Mahattoh Gami' menuju Zahra. Di Mahattoh Asyir kami turun, kemudian naik mobil menuju Tagammu' Awwal. Selama dalam perjalanan, selain memandang gurun pasir di sisi kanan-kiri jalan, aku memperhatikan penumpang yang duduk di depanku. Ada yang baca koran Ahrom, ada yang melamun, ada yang tidur, dan lain sebagainya.

Tak berapa lama kemudian, mobil memasuki kawasan baru Mesir. Banyak vila bergaya Erofa mulai dibangun. Ada juga perumahan berlantai tiga, berbeda dengan di Nasr City yang rata-rata lima atau enam lantai. Prediksiku, lima atau sepuluh tahun akan datang, daerah ini akan banyak dihuni orang asing, seperti dulu di daerah Madrasah-Zahra yang dulu jarang orang Indonesia, kini banyak yang tinggal di sana. Apalagi di daerah Nasr City dari Madrasah hingga Bawwabat, saking banyaknya mahasiswa Indonesia yang tinggal, kami sebut Kampung Melayu.

"Turun sayang, kita udah sampai!" ajakku kepada Aa yang matanya sudah mulai sayup. Kami menunggu di dekat rumah makan Syibrawy. Andy dan panitia datang menjemput. Kami langsung menuju tempat acara LBT yang sudah berlangsung lima hari dari tujuh hari yang dijadwalkan. Kami sampai di flat tempat acara.

Sebelum aku mengisi acara, aku tanya Kortim (Koordinator Tim) instruktur perkembangan peserta. Aku minta DRH (Daftar Riwayat Hidup) dan sosiogram peserta. Dari sinilah, aku sedikit memahami para peserta. Sehingga aku bisa memilih metode penyampaian. Aku juga meminta silabus untuk melihat pokok bahasan dan indikator dari materi yang akan aku sampaikan.

Dengan basmalah, aku memasuki kelas pelatihan. Aku berusaha percaya diri, meskipun tanpa persiapan apapun, sebab aku diminta panitia mengisi LBT pada saat bertemu di acara Volunteer Training. Aku berusaha mengingat kembali bacaanku dan pengalaman hidupku untuk memahamkan para peserta tentang materi Komunikasi Efektif. Dengan metode partisipatoris, aku menjelaskan definisi, unsur, bentuk dan pembagian komunikasi. Bahkan di sela-sela menyampaikan materi, aku beri simulasi. Tak terasa, waktu 3 jam berakhir.

Karena aku akan mengisi acara Up Grading di IKMAL, aku langsung pamit. Ketika keluar pintu, aku tidak menemukan sepatu Aa Fatih. Aku bersama panitia, mencari setiap sudut flat, sampai di kamar mandi pun kami cari, ternyata tidak ada. Akhirnya, Aa pulang tanpa sepatu. Akibatnya dia tidak mau jalan, melainkan harus aku gendong. Tentu saja, membawa Aa belasan kilo dan tas di punggung, sedangkan cahaya matahari sangat panas, membuatku berkeringat dan haus. Aku minta Elman menggendong Aa, tapi Aa tidak mau.

Kami pun naik bus menuju Nasr City.

* * *

Di IKMAL, para anggota sudah berkumpul. Acara mulai. Seperti biasanya, dimulai dengan pembacaan kalam ilahi dan sambut-sambutan. Baru kemudian acara Pelantikan Dewan Pengurus IKMAL Periode 2010-2011. Ini periode kedua, setelah berdirinya IKMAL 4 Agustus 2009.

Perjalanan lahirnya IKMAL lumayan panjang. Dulu, mahasiswa Indonesia Mesir asal Lampung bergabung dengan KEMASS (Keluarga Masyarakat Sumatra bagian Selatan) meliputi Sumsel, Bengkulu, Bangka-Belitung dan Lampung. Karena mahasiswa asal Lampung mulai banyak, sejak akhir tahun 90-an, ingin memisahkan diri, namun baru terealisasi tahun lalu.

Aku mengisi acara Up Grading. Nuansa pelatihan, aku bawa dalam acara ini. Aku hanya sebatas fasilitator. Konsep andragogi, aku terapkan di sini. Sebab, 100% peserta adalah mahasiswa. Aku analogi organisasi sebagai sebuah kendaraan. Dari sini muncul beberapa pertanyaan ini: Di manakah posisi kita? Kita mau ke mana? Apa saja yang harus kita lakukan agar penumpang merasa nyaman? Dan seterusnya.

Aku berusaha membantu teman-teman untuk melihat masalah sekaligus menemukan solusinya. Aku berusaha memetakan persoalan organisasi yang berkutat dalam 4 hal ini: masalah leadership, manajemen, administrasi, dan struktur. Dari empat hal ini, muncul masalah turunan, seperti masalah komunikasi, masalah pendanaan, dan seterusnya.

Acara dari ba'da Asar ini berakhir tepat pada adzan Sholat 'Isya. Aku dan Aa Fatih pamit. Aku kembali berjuang, menggendong Aa dari Saqor Quraisy menuju Gami'. Aku berusaha merayu Aa agar mau berjalan, sebab selain membawanya berat, aku juga membawa plastik berisi sembako dari IKMAL, beratnya lebih dari 5 kilogram. Aa tetap tidak mau turun.

Aku tidak kehabisan akal. Aku tahu kelemahan anakku ini. Biasanya, dia akan mengalah, manakala aku memenuhi kemauannya. Aku pun bernegoisasi, "Aa mau apa?"

"Mau sepatu baru!" jawabnya.

"Gimana kalo sendal aja?" tanyaku, sebab aku tahu, aku tidak memiliki uang. Sebab, uangku habis membeli konsumsi untuk peserta Volunteer Training tadi malam. Panitia memang tidak merencanakan ada konsumsi makan untuk panitia, hanya diberi minum dan snack saja. Namun, perutku melilit karena dari siang hingga malam, aku belum makan. Aku kira, peserta pun demikian. Makanya, aku minta panitia untuk beli Kusyari dan Togin. Aku tidak ingin peserta kelaparan.

"Iya, sendal aja, tapi yang bagus buya!"

"Oke, buya beliin sendal bagus, tapi Aa jalan kaki ya?"

"Iya!" ujar anakku dan turun dari punggungku dengan semangat.

Aku ajak Aa Fatih ke tempat jualan sepatu. Niatku, hanya ingin tahu harganya dulu, baru setelah meminjam uang di Pwk Persis, aku akan membeli sendal itu. Aku sudah menyiapkan alasan kepada anakku, bahwa membeli sendal kami tunda, sebab aku tidak punya uang.

"Kenapa anakku tidak pakai alas kaki?" Tanya pedagang sambil menyodorkan sandal hitam yang ingin aku lihat.

Aa Fatih mencoba sandal itu. Aku lihat Aa senang. Aku pun menjawab pertanyaan sang pedagang, "Sepatu anakku hilang?"

"Hilang di mana?"

"Hilang di depan rumah teman!"

Aku sedikit ragu, untuk melepaskan kembali sandal di kaki anakku. Dia begitu senang. Namun, dengan terpaksa, aku berkata, "Sayang, sendalnya Aa lepas dulu. Buya sekarang enggak punya uang. Kita ke Pwk dulu, kita pinjam uang, baru kita ke sini lagi, beli sendal ini, gimana?"

"Enggak mau?!"

"Trus, kita bayar pakai apa?"

"Ini Aa punya uang!" katanya Aa sambil mengeluarkan uang 50 piester. Aku tersenyum. Uang yang aku berikan tadi pagi untuknya jajan, mana mungkin bisa membayar sandal seharga 5 pound itu.

"Ini enggak cukup sayang!"

"Pokoknya, Aa enggak mau lepasin sandal ini!!"

"Bentar aja sayang, ntar kita ke sini lagi!"

"Enggak mau!!"

Sang pedagang, meskipun tidak tahu dialog antara aku dan anakku, mungkin dia memahami bahwa aku meminta anakku melepaskan sandal itu. Dia pun bertanya, "Mengapa harus dilepas kembali, kan anakmu tidak ada alas kaki, langsung aja pakai, tidak perlu dibungkus?"

"Saat ini, aku tidak punya uang. Aku hanya ingin tahu harganya dulu!"

"Tidak masalah, pakai aja. Bayarnya bisa kapan saja, bisa besok, lusa atau kapan saja!"

"Saya bukan tinggal di Cairo, tapi tinggal di Tafahna dan jarang sekali ke sini!"

"Tidak masalah. Justru karena kalian tinggal di Tafahna, maka pakai aja dulu sendal ini. Masa kamu tega membiarkan anakku kami tanpa alas kaki?"

Aku diam. Aku menatap sang pedagang yang tidak aku kenal ini, begitu juga dia tidak mengenalku. Dia tersenyum. Dari pancaran mata dan senyumannya, aku melihat dia memang tulus ingin membantuku. Belum juga aku berbicara, dia kembali berkata, "Pakailah, aku percaya kepada kamu!"

Aku pun luluh. Aku tidak ingin mengecewakan niat tulus sang pedagang. Terlebih lagi, aku tidak ingin menghilangkan senyum di bibir anakku. Aku pun mengucapkan terima kasih dan pamit kepada pedagang itu. Aa Fatih pun, tidak mau aku gendong, bahkan tangannya tidak mau aku pegang, sebab dia berlari menuju Pwk dengan sandal barunya.

* * *

Satu jam kemudian. Aku datang ke tempat jualan sandal. Aku memaksakan diri meminjam uang 5 pound kepada teman di Pwk, sebab aku tidak mau mengkhianati kepercayaan pedagang itu. Dia telah memberikan kepercayaan kepadaku, maka aku pun harus memberikan kejujuran kepadanya.


* * *


Cairo, 1 Agustus 2010

Selasa, 03 Agustus 2010

MENYAMPAIKAN IALAH KEWAJIBAN KITA SEMUA

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Qs.3:20 kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
Qs.5:92 kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan dengan terang
Qs.16:82 kewajiban yang dibebankan atasmu hanyalah menyampaikan
Qs.16:125 Serulah pada jalan Tuhan-mu dengan hikmah & pelajaran baik
Qs.42:48 Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan
Qs.64:12 kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan dengan terang

Para sahabat telah rela meninggalkan kampung halaman
Meninggalkan seluruh keluarga, harta, tahta, cinta & dunia
Mengembara jauh ke ujung dunia
MENYAMPAIKAN Islam yang mulia
Ikhlas tanpa meminta imbal jasa

BAGAIMANA DENGAN KITA???

Jika MENYAMPAIKAN & DAKWAH tidak ada...
Maka hingga sekarang kita mungkin masih kafir menyembah berhala
Atau dimakan penjajah menyembah satu tapi tiga

Apa wujud rasa syukur kita?
Apa terima kasih kita?
MENYAMPAIKAN ialah KEWAJIBAN kita semua
Mari kita saling menjaga
Bersatu dalam barisan mereka
Menyebar & menyampaikan Islam yang mulia

Kami tak minta imbal jasa
Kami hanya ingin saudara kita semua
Membaca sedikit tulisan buah pena seorang hamba hina

Minggu, 25 Juli 2010

Fadhalah Jatuh Cinta


Pada saat peristiwa Fathu Makkah (penaklukkan Mekkah oleh pasukan kaum muslimin dibawah pimpinan Rasulullah SAW), ada seseorang di Mekkah yang berniat membunuh Rasulullah. Orang ini bernama Fadhalah bin Umair al-Laitsi. Dia bermaksud membunuh Nabi Muhammad SAW ketika beliau sedang thawaf di Ka’bah.

Untuk melancarkan niatnya itu, Fadhalah mencoba mendekat ke Rasul yang sedang thawaf. Ketika mendekat, tiba-tiba Rasulullah SAW menegurnya, “Apakah ini Fadhalah?”

“Ya, saya Fadhalah wahai Rasulullah SAW” jawab Fadhalah.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Rasulullah SAW.

“Tidak memikirkan apa-apa. Aku sedang teringat Allah kok” jawab Fadhalah.

Mendengar jawaban Fadhalah itu, Rasulullah SAW tersenyum dan berkata, “Mohonlah ampun kepada Allah…”

Kemudian Nabi SAW meletakkan tangannya di atas dada Fadhalah sehingga hatinya menjadi tenang.

Dari peristiwa itu, Fadhalah mengatakan “Begitu beliau melepaskan tangannya dari dadaku, aku merasa tak seorang pun yang lebih aku cintai daripada Beliau.”

Setelah peristiwa itu menimpa Fadhalah, dia tidak jadi membunuh Rasulullah SAW dan segera pulang ke rumah. Ketika pulang ke rumah, dia melewati seorang wanita yang pernah dicintainya. Wanita itu memanggil dan mengajaknya berbicara. Tapi kemudian dari mulut Fadhalah keluar untaian bait-bait ini:

Dia berkata: Marilah kita ngobrol!
Tidak, jawabku.
Allah dan Islam telah melarangku
Aku baru saja melihat Muhammad
Di hari penaklukan, hari dihancurkannya semua berhala
Agama Allah itu sangat jelas dan nyata
Sedang kemusyrikan adalah kegelapan

Fadhalah jatuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Fadhalah jatuh cinta kepada Islam…. []

Sabtu, 10 Juli 2010

Fenomena Ponari

Bagaimanapun, Ponari adalah fenomena. Lihat saja pemberitaan di media massa. Semua sepakat menjadikan Ponari sebagai objek pemberitaan dan perbincangan yang begitu menarik. Setiap pakar diminta untuk ikut tampil berbicara. Dari sudut pandang agama, kesehatan, birokrasi, perlindungan anak, hingga antropologi budaya. Mau tidak mau itu semua membuktikan bahwa keberadaan dukun kecil Ponari memang sebuah fenomena. Namun sayangnya, tidak setiap fenomena itu selalu positif. Bukti nyata dari kasus Ponari ini adalah empat nyawa sudah melayang entah kemana. Ribuan bahkan puluhan ribu yang lainnya juga saat ini masih mengundi nyawa dengan niatan tulus untuk meraih kesehatan yang bak mimpi di langit sana. Apa yang terjadi dengan Indonesia kita ? Apakah fenomena ini masih menyisakan optimisme dalam hati kita semua ? Rubrik Indonesiana kali ini akan berusaha mengupasnya. Selamat membaca ! Islam memotivasi setiap orang untuk peduli dengan kesehatannya.
Fenomena orang-orang berbondong-bondong untuk berobat mengobati penyakitnya -sebagaimana terlihat dalam kasus ponari- secara umum adalah hal postif dalam Islam. Saya belum membicarakan 'ponari'nya, saya hanya merekam bahwa mereka para pasien ponari tersebut, memiliki sebuah keseragaman ; yaitu peduli terhadap kesehatannya. Tidak ingin berdiam diri saat digerogoti sebuah penyakit. Tidak ingin menunggu nasib ataupun menjemput ajal dalam kondisi sakit yang berkepanjangan. Mereka ingin mempertahankan hidup dari gangguan penyakit. Semua ini secara umum adalah mental positif yang sama sekali tidak bertentangan dengan Islam.
Islam adalah agama yang memotivasi umatnya untuk meningkatkan kualitas kesehatannya. Disebutkan dalam hadits bahwa : " orang mukmin yang kuat lebih baik lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang dhoif " (HR Ahmad). Islam sangat memahami bahwa dengan kondisi yang sehat, setiap individu akan lebih optimal dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya, baik untuk dunia dan lebih-lebih untuk akhiratnya. Bukan itu saja, Islam juga memerintahkan mereka yang sakit untuk segera berobat, bahkan memberikan motivasi dan harapan besar dengan menjamin bahwa setiap penyakit pastilah ada obat bagi kesembuhannya.
Dari Usamah bin Syarik, Rasulullah SAW bersabda : Berobatlah kalian semua, karena sesungguhnya Allah SWT tidaklah menurunkan sebuah penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit : yaitu penyakit tua." (HR Ahmad dan Ashabu Sunan)
Dengan demikian, sebenarnya 'semangat tulus' para pasien Ponari untuk memperbaiki kesehatan, mengobati penyakitnya, adalah sebuah potensi baik yang juga dihargai oleh Islam. Justru sebaliknya, Islam sangat mencela mereka yang ketika sakit justru duduk-duduk saja, menyerahkan diri pada nasib atau bahkan ajal menjemput. Sungguh semua itu bertentangan dengan kaidah umum perubahan di dunia ini, sebagaimana Allah SWT berfirman : " Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ( QS Ar-Ro'd 11)

Islam mengajarkan secara tegas bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang bisa menyembuhkan penyakit.
Meskipun Islam menganjurkan seseorang untuk tetap berobat dengan menggunakan berbagai macam cara yang legal secara syariah dan medis, namun Islam secara tegas memisahkan antara obat dan kesembuhan. Bahwasanya pengobatan adalah wilayah usaha manusia dengan ilmu dan pengalamannya, yang semuanya dianjurkan dan dihargai oleh Islam, tetapi untuk kesembuhan itu adalah hak preogratif Allah SWT. Artinya tidak boleh seseorang itu meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan, atau seorang dokterlah yang menyembuhkan, melainkan mereka ini hanya menjalankan sebuah terapi atau usaha penyembuhan. Adapun 'eksekutor' sembuh tidaknya seorang yang sakit tetap dalam kuasa Allah SWT. Keyakinan seperti ini dalam bahasan ilmu Aqidah dikenal dengan Tauhidullah dalam Rububiyah dan Uluhiyahnya.
Disebutkan dalam Al-Quran ucapan Ibrahim as : Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (QS Syuaro 80)
Karenanya, dalam kasus Ponari, mau tidak mau harus diakui adanya pergeseran keyakinan / aqidah diantara sebagian besar masyarakat yang ikut mengantri untuk mendapatkan air rendaman batu ponari. Sebagian mereka pastilah dengan mudah akan meyakini bahwa 'batu' itu merupakan obat penyembuh yang sesungguhnya. Keyakinan mereka telah bergeser –atau bahkan terjerembab- dengan meyakini hal yang semestinya masuk dalam delik kemusyrikan. Bahkan lebih jauh lagi, kini bukan saja batu, tapi hal-hal yang berbau 'ponari' diyakini mempunyai efek penyembuh yang juga tidak kalah dengan batu ponari. Walhasil, antrian dan perebutan kini bukan saja dalam menunggu rendaman batu ponari, tapi juga air comberan dekat rumah, lumpur, dan yang sejenisnya. Keyakinan semacam inilah, dalam Islam dianggap sebagai bencana yang sesungguhnya. Melebihi dari 'bencana' penyakit yang mereka derita selama ini. Dalam bahasa yang sederhana ; sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah sakit malah terjerumus ke arah syirik yang lebih berbahaya.

Islam melarang pengobatan yang tidak dapat dipahami secara medis maupun logika sederhana manusia.
Islam mempunyai dua standar pengobatan harus diikuti oleh umatnya. Pertama standar syariah, dan yang kedua adalah standar medis atau psikologis. Ketika berobat, seorang yang sakit harus menyadari terlebih dahulu bahwa terapi pengobatan yang dijalaninya tidak bertentangan dengan dua standar tersebut. Misalnya : ketika ia harus berobat dengan sesuatu yang haram, entah itu bahan dari babi, atau langsung sate ular, dan yang sejenisnya, maka otomatis pengobatan itu tidak memenuhi standar pengobatan dalam Islam, dan menjalaninya adalah bentuk pelanggaran syariah. Meskipun obat tersebut misalnya, telah diindikasikan mengandung zat yang bermanfaat untuk mengatasi sebuah penyakit.
Dari Ummu Salamah ra, Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT tidak menjadikan kesembuhanmu ada dalam apa-apa yang diharamkan kepadamu " (HR Baihaqi, Ibnu Hibban)
Islam tidak hanya sekedar melarang tanpa memberikan alternatif solusi. Khazanah kekayaan pemikiran Islam telah memberikan sumbangan besar dalam dunia kodekteran modern hari ini. Bahkan, banyak hadits Rasulullah SAW juga mengungkapkan dan memberikan inspirasi terhadap berbagai ragam pengobatan saat ini. Dalam khazanah pemikiran Islam telah lama dikenal dengan At-Tiib An-Nabawi, yaitu pengobatan cara Nabi. Pengobatan nabi memperkenalkan bagaimana habbatussauda, madu, susu, dan juga sistem bekam adalah obat efektif bagi berbagai macam penyakit. Dan semua itu telah terbukti begitu jelas setelah melewati banyak penelitian di pakarnya. Bukan itu saja, istri beliau Aisyah ra juga dikenal sebagai pakar kesehatan di jamannya. Beliau menjadi pakar di bidang kedokteran karena suatu momentum yang sederhana. Yaitu ketika Rasulullah SAW terbaring sakit, banyak pakar pengobatan suku-suku arab yang berlomba mempresentasikan metode pengobatan mereka dihadapan Aisyah ra. Mereka menawarkan banyak obat dan khasiatnya. Dari situlah Aisyah ra merekam semua metode pengobatan arab yang terkenal dan menguasainya. Subhanallah.
Islam juga mengenal pengobatan non medis, menganjurkan dan mempraktekannya selama tidak bertentangan dengan aqidah. Misalnya, praktek ruqyah syar'iyah dan yang semacamnya. Islam juga menganjurkan pengobatan dengan terapi psikologis, seperti memberikan suggesti terhadap mereka yang sakit. Islam menganjurkan kita untuk menjenguk dan menghibur mereka yang sakit. Islam bahkan menjanjinkan remisi dosa pada setiap mereka yang sakit.
Nah, setelah ini semua, jika kita hubungkan dengan fenomena Ponari yang meyakini bahwa sebuah batu bisa menjadi obat efektif (mujarab) pada semua penyakit tanpa didukung dengan logika kedokteran sederhana manapun, apalagi diikuti dengan keyakinan bahwa Ponari dengan batunya itu lah " the man behind the revocery ", maka sejatinya metode pengobatan semacam Ponari ini sungguh jauh diluar wilayah ajaran Islam.
Hikmah dan Optimisme yang Tersisa
Setiap kejadian pastilah membuahkan sebuah pelajaran. Setiap pelajaran atau hikmah, haruslah diolah untuk menambah optimisme kita semua. Saya yakin, fenomena Ponari adalah salah satu yang patut kita ambil hikmahnya, dalam konteks pribadi, maupun sebagai umat dan bangsa. Diantara hikmah fenomena ini antara lain :

1. Fenomena Ponari teryata menjadi bahan instropeksi oleh banyak pihak. Dari sisi ulama, da'I, dan muballigh , berarti harus kembali mengatur langkah dan strategi agar dakwah tauhid dan anti kemusyrikan harus benar-benar diterima oleh masyarakat. Dari sisi birokrat, khususnya Departemen Kesehatan juga menyadari sepenuhnya bahwasanya layanan kesehatan selama ini ternyata belum begitu populer di tengah masyarakat. Bisa jadi karena biaya pengobatan yang begitu mahal, atau juga efektifitas obat yang sangat lambat dan meragukan.
2. Fenomena Ponari juga memberikan kita tentang sebuah budaya masyarakat yang instan,pragmatis dan berbau mistis. Ingin cepat sehat, cepat kaya, cepat kerja, cepat jodoh, cepat keturunan, pergilah ke dukun, paranormal dan sebagainya. Gambaran ini sangat diperlukan bagai setiap pihak yang ingin merubah masyarakat menuju peradaban yang lebih baik. Baik itu ormas, keagamaan, parpol, LSM, atau juga pemerintahan secara umum.
3. Ponari tidak pernah sendiri. Banyak yang lebih senior dari Ponari tersebar dari sabang sampai merauke hingga hari ini. Cover yang dipakai pun beragam, dari pengobatan alternatif, metafisika, dan lain sebagainya. Semua itu berbahaya bagi kehidupan umat dan bangsa. Banyak masyarakat mendatangi dukun-dukun itu tanpa mengetahul legalitasnya dalam agama. Karenanya, ketika isu Ponari menguat, kemudian diikuti dengan kecaman para ahli agama, bahkan juga Fatwa MUI misalnya, sedikit banyak akan memberikan 'wacana baru' bagi masyarakat bahwa pengobatan yang semisal itu sungguh tiada guna untuk diikuti. Sehingga harapannya akan berlaku hukum pasar, jika permintaan berkurang atau habis maka pasar akan mati dengan sendirinya.
4. Fenomena Ponari menantang mereka para cendekiawan, ilmuwan, khususnya mereka dibidang kesehatan, untuk membuktikan bahwa 'batu ponari' adalah tidak lebih dari batu biasa lainnya, atau bahkan membuktikan bahwa batu itu adalah batu istimewa yang memang mengandung unsur bermanfaat bagi kesehatan. Semua pembuktian tersebut akan sama-sama menghasilkan sisi positif bagi masyarakat kita.

Selasa, 06 Juli 2010

kematian

Jika kematian itu adalah sautu kebenaran yang pasti kita rasakan, maka mengapa kita seakan acuh-tak acuh saja padanya? Mengapa kita seakan melupakannya? Mengapa kesibukan menjalani kehidupan sementara di dunia ini menyebabkan kita seakan tidak maksimal dalam menghadapi kematian?

esibukan kita dalam menjalani kehidupan sementara ini, benar-benar telah memalingkan hati dan pikiran kita dari kematian; satu peristiwa besar yang pasti menimpa diri kita semua. Hal tersebut terbukti bahwa konsentrasi kita mengumpulkan harta, menambah jumlah tabungan bank, mencari berbagai sumber uang untuk merancang dan membangun rumah di dunia dan berbagai kebutuhan hidup lainnya melebihi konsentrasi kita merancang kematian itu sendiri. Padahal kematian adalah suatu kepastian. Hampir setiap hari kita melihat kematian. Sedangkan kematian adalah penentu keberhasilan atau kegagalan dalam perjalanan panjang kita menuju Allah Tuhan Pencipta alam.

Oleh sebab itu, mari kita fokuskan hidup kita untuk merancang kematian, dengan cara mendesain hidup ini semuanya hanya untuk Allah dan dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya. Berbahagialah orang-orang yang diberi Allah kemudahan untuk mendesain semua aktivitas hidupnya hanya untuk Allah dan dapat dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul Muhammad Saw. Sebaliknya, celakalah orang-orang yang memilih jalan hidupnya selain jalan Allah, semua aktivitas hidupnya bukan untuk Allah dan dijalankan di luar ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Kaum Muslimin rahimakumullah….

Sebelum kematian tiba, kita akan melewati suatu fase yang bernama sakratulmaut. Sakratulmaut adalah pintu gerbang kita menuju kematian. Sakratulmaut adalah peristiwa yang amat menakutkan, karena saat sakrtaulmaut tiba, tak seorangpun dapat membantu dan menolong kita, kendati saat kritis itu, istri, sanak saudara dan handai tolan sedang mengelilingi kita. Kita akan bergulat sendirian dengan sakratul maut itu di tengah keramain orang-orang yang kita cintai dan sayangi. Semua mereka hanya dapat menatap kita dengan pandangan mata yang hampa. Saat itulah kita akan merasakan langsung apakah kita termasuk orang yang telah merancang kematian atau bukan. Apakah kita termasuk orang yang siap menghadapi kematian atau bukan.

Sakratulmaut adalah bahasa Al-Qur’an yang terdiri dari dua kata “sakrotan”; pecahan dari kata : سكر – يسكر – سكرا (sakiro – yaskaru – sakran) yang berarti “mabuk atau teler”. Kata “maut”; pecahan dari kata : مات – يموت – موتا (maata – yamuutu - mautan) yang berarti “mati”. Maka Sakratulmaut berarti “kondisi mabuk menghadapi saat kematian’.

Sakratulmaut juga dapat diakatakan sebagai warming up (pemanasan) kematian. Karena kematian itu sulit, berat dan amat sakit maka diperlukan pemanasan. Di samping itu, sebagaimana kehidupan pertama manusia memerlukan proses dan tahapan, maka kematian juga memerlukan proses dan tahapan agar bisa memasuki alam lain bernama Barzakh; sebuah alam yang jauh lebih besar dan sangat berbeda situasi, kondisi dan lingkungannya dengan bumi saat kita hidup di dunia.

Sakratulmaut adalah sesuatu yang ditakuti manusia. Faktanya, berbagai riset dan upaya telah dilakukan manusia untuk menghindarinya seperti, menciptakan obat-obatan untuk memperpanjang umur. Hal tersebut digambarkan Allah dalam firman-Nya :

وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ

Saat datanglah Sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. (Q.S. Qaf: 19 )

Pertanyaan berikutnya ialah, apakah manusia mampu menghindari Sakratulmaut? Jawabannya tentu ‘mustahil’. Karena Sakratulmaut adalah voucher manusia untuk masuk ke Alam Barzakh, tempat penginapan mereka yang ketiga yang sudah disiapkan oleh Pencipta, Raja dan Pemilik alam semesta ini, yakni Allah Rabbul ‘Alamin, setelah kehidupan dalam rahim ibu mereka dan kehidupan di atas bumi. Mereka tidak akan dapat mengelak dan lari dari keharusan melewati sakratulmaut, sebagaimana mereka tidak bisa mengelak dan menghindar dari ketentuan dan kehendak-Nya ketika mereka diciptakan sebelumnya dari tidak ada menjadi ada.

Sebab itu, sebelum Sakratulmaut datang menghampiri kita, Allah sebagai Pemilik dan Pengendali jagad raya mengajak kita memikirkan dan menyaksikan kehendak, keputusan dan sistem-Nya tentang Sakratulmaut yang telah menjadi kenyataan sehari-hari yang kita saksikan seperti yang tercantum dalam surat Al-Waqi’ah berikut ini:

فَلَوْلا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ (83) وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ (84) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ (85) فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ (86) تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (87)

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, (83) padahal kamu ketika itu menyaksikan (orang yang sedang sekarat itu) (84) dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihatnya (85) maka kalaulah kamu tidak tunduk (pada Kehendak Allah) (86) (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya semula) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (Q.S. Al-Waqi’ah: 83 – 87)

Apa gerangan yang akan Anda lakukan ketika nyawa telah berada di tenggorokan? Anda sedang berada di persimpangan jalan yang majhul (tidak diketahui). Kemudian, penggambaran Al-Qur’an yang inspiratif yang melukiskan semua dimensi sikap dalam sentuhan-sentuahan yang cepat, mengungkapkan semua kondisi yang sedang dihadapi, latar belakangnya dan semua yang akan menginspirasikannya… Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat (orang yang sedang sekarat itu) dan Kami (dengan malaikat-malaikat) lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihatnya…

Kita seakan mendengar suara tenggorokan orang yang sedang sekarat dan melihat tatapan wajahnya, merasakan bencana dan kesulitan (yang dihadapinya) lewat firman Allah, “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan”. Sebagimana kita juga bisa melihat tatapan wajah yang tak berdaya, putus asa yang dalam raut muka orang-orang yang hadir (di sekitar orang sedang sekarat itu) lewat firman-Nya “ padahal kamu ketika itu melihat (orang yang sedang sekarat itu)”.

Di sini, pada momen ini, sungguh ruh (nyawa) itu telah selesai dengan urusan dunia. Ia telah meninggalkan bumi dan seisinya. Ia akan menyambut dunia yang belum pernah ditempatinya…Ia tidak akan mampu lagi menguasai sesuatu selain dari apa yang pernah ia tabung sebelumnya… berupa kebaikan atau kejahatan yang dilakukannya…

Di sini, ia melihat, tapi ia tidak mampu membicarakan apa yang dilihatnya… Ia telah terpisah dari orang-orang yang ada di sekitarnya dan apa saja yang ada di sekelilingya…Hanya fisiknya yang bisa disaksikan oleh yang hadir di sekitarnya…Mereka hanya melihat begitu saja sedangkan mereka tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi dan tidak punya kuasa terhadapnya barang sedikitpun….
Di sini, kemampuan manusia terhenti… Ilmu pengetahuan manusia juga tidak berguna sebagaimana peran manusia juga tidak ada…Di sini, mereka mengerti, tapi tidak bisa membantahnya. Mereka lemah,…. lemah…..terbatas….terbatas
…. Di sini layar diturunkan tanpa mereka lihat, tanpa sepengetahuan mereka dan tanpa kemampuan bergerak/berbuat.

Di sini, yang berperan hanya Qudrat Ilahiyah (Kekuasaan Allah)… Ilmu Ilahi…(Ilmu Allah)….Semua urusan murni milik Allah tanpa sedikitpun keraguan, tanpa bantahan dan tanpa ada kiat-kiat apapun. “dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu”. Di sini, terjadi kebesaran sikap yang membesarkan Kebesaran Allah… Kewibawaan dan kehadiran-Nya –Subhanahu Wata’ala – sedangkan Dia hadir setiap waktu. Ungkapan itu membangunkan perasaan akan suatu hakikat (kenyataan) yang dilupakan manusia.. Maka tiba-tiba, majlis yang menghadiri kematian merasakan seramnya (suasana) karena didominasi oleh ketakutan, kehadiran dan kebesaran-Nya…Yang mendominasi ialah ketidakberdayaan, ketakutan, keterputusan dan perpisahan…

Dalam kondisi liputan perasaan yang gemetaran, berdebar, putus asa, dan duka lara, datanglah tantangan (Keputusan Allah) yang memotong semua perkataan dan mengakhiri semua perdebatan : “. Maka jika kamu tidak tunduk (pada Kehendak Allah), (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Jika sekiranya masalahnya seperti yang kamu katakan : “sesungguhnya tidak ada perhitungan dan tidak ada balasan”, berarti kamu orang-orang yang bebas tanpa ada pembalasan dan perhitungan? Jika demikian, kamu mampu mengembalikan nyawa – yang sudah sampai di tenggorokan itu – agar kamu hindarkan ia dari kondisnya yang sedang menuju perhitungan dan balasan itu…Padahal kamu berada di sekitarnya dan sedang menyaksikannya, sedangkan ia berlalu menuju dunia yang besar, dan kamu diam saja dan tidak berdaya…

Di sini, gugurlah semua alasan, habislah semua argumentasi, punahlah semua kiat dan habislah bantahan…Dan tekanan hakikat (kenyataan) ini membebani diri manusia. Sebab itu, mereka tidak akan mampu bertahan,(dengan kondisi pembangkangannnya kepada Tuhan Pencipta) kecuali jika mereka tetap menyombongkan diri tanpa bukti dan argumentasi”

Kaum Muslimin rahimakumullah….

Terkait dengan sakratulmaut, manusia terbagi kepada tiga golongan. Pertama, golongan “Muqarrabin”, yakni orang yang dekat dengan Tuhan Pencipta ketika berada di dunia. Kedua, “Ash-habul Yamin” (Golongan Kanan) yang merupakan bagian dari ‘Muqorrobin”. Ketiga, golongan “al-mukadzi-dzibin adh-dhallain”, yakni orang-orang yang menentang dan menantang kebenaran Tuhan Pencipta dan sistem hidup yang datang dari-Nya dan tersesat dari jalan yang benar. Tentang ketiga golongan ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ (88) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ (89) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (90) فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (91) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ (92) فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ (93) وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ (94) إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ (95) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (96)

“Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), (88) maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta Syurga kenikmatan.(89) Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, (90) maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.(91) Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang menolak (kebenaran Tuhan Pencipta dan apa saja yang datang dari-Nya) lagi sesat, (92) maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, (93) dan dibakar di dalam Neraka.(94) Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.(95) Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar (96)” (Q.S. Al-Waqi’ah: 88 – 96)

Ibnu Katsir, seorang ahli tafsir terkemuka menjelaskan ayat-ayat tersebut di atas dengan penjelasan yang sangat indah dan menarik. Alangkah baiknya kita simak penjelasan Beliau berikut ini : “ Inilah tiga suasana yang dialami oleh manusia ketika sakratulmaut. Adakalanya ia termasuk kaum ‘muqorrobin’ atau termasuk golongan yang ada di bawah mereka, “Ash-habul Yamin” , yaitu yang termasuk golongan kanan, dan ada yang teremasuk orang-orang yang mendustakan kebenaran, yang sesat dari petunjuk dan tidak tahu menahu tentang perintah Allah (al-mukadzi-dzibin adh-dhallain).

Itulah sebabnya Allah SWT berfirman, “Adapun jika dia termasuk orang yang didekatkan kepada Allah.” Mereka adalah orang-orang yang setia mengerjakan hal-hal yang diwajibkan dan di sunnahkan. Dan, meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dimakruhkan serta sebagian dari yang diperbolehkan. ”Maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta Syurga kenikmatan”. Dan, para Malaikat akan menyampaikan berita gembira itu ketika sakratulmaut tiba, sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits Al-Barra’, Para Malaikat rahmat akan mengatakan, ‘hai ruh yang baik dalam jasad yang baik, kamu telah memakmurkannya, keluarlah menuju ketenteraman, rezeki, dan Tuhan yang tidak murka’.

Ruh dan Raihan dalam ayat ini berarti rahmat, rezeki, kegembiraan, dan kesenangan. “Dan Syurga kenikmatan”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Syafii’ dari Imam Malik dari Zuhri dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dari Ka’ab bahwa Rasul saw, bersabda, “ Ruh seorang Mu’min itu berupa (bagaikan) burung yang bergelantungan pada pohon Syurga sebelum Allah mengembalikan ruh itu ke jasadnya ketika membangkitkannya kembali.” (pada hari kiamat nanti).

Abul Aliah mengatakan, “Tidak akan dipisahkan nyawa seorang muqarrabin sebelum dihadirkan kepadanya satu dahan dari kenikmatan Syurga, lalu ruhnya itu disimpan di sana.” Di dalam sebuah hadits shaheh dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ruh-ruh para Syuhada (orang-orang yang mati sedang berjihad menegakkan agama Allah) itu dalam tembolok burung hijau yang berterbangan di taman-taman Syurga kemana saja mereka kehendaki, kemudian bermalam pada pelita-pelita yang bergelantungan pada Arasy.”

Allah SWT berfirman, “Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan.”. Yaitu, jika orang yang sedang mengalami sakratulmaut itu termauk golongan kanan, “maka keselamatan bagimu, karena kamu termasuk golongan kanan.” Yaitu, para Malaikat akan menyampaikan kabar gembira itu kepada mereka. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, ’Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan Syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan dunia dan di Akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan di dalamnya kamu memperoleh pula apa yang kamu minta. Sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fush-shilat : 30 – 32)

Imam Bukhari mengatakan, “Maka salam sejahtera bagimu,” yaitu disampaikan salam kepadamu bahwa kamu termasuk golongan kanan.

Allah SWT berfirman, “ Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia akan mendapatkan hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam Neraka.” Yaitu, bila orang yang tengah mengalami sakratulmaut itu termasuk golongan yang mendustakan kebenaran dan sesat dari jalan petunjuk, “maka dia mendapatkan hidangan dari air yang mendidih,” Yaitu cairan yang akan melelehkan isi perut dan kulit-kulit mereka. ” Dan dibakar di dalam Neraka,” yaitu dia akan ditempatkan di dalam api Neraka yang akan menyelimutinya dari semua arah.

Kemudian Allah berfirman, “Sesungguhnya ini adalah suatu keyakinan yang benar,” yang tidak diragukan lagi. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Dan dia adalah berita yang menjadi saksi. “Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang Maha Besar.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa U’qbah bin Amir Al-Juhani berkata, “Maka bertasbihlan dengan nama Tuhanmu yang Maha Besar, (subhana Robiyal ‘Azhim)‘ Rasulullah mengatakan, ‘Jadikanlah ayat ini bacaan ruku’ kamu.’ Dan ketika turun wahyu kepada beliau, ‘Maka sucikanlah Tuhanmu yang Maha Tinggi,’(subhana Robbiyal A’la). Rasulullah mengatakan, jadikanlah ayat ini sebagai bacaan sujud kamu.”

Kaum Muslimin rahimakumullah….

Setelah kita melewati “Sakratulmaut” berarti kita sedang berada pada batas terakhir dari perjalanan kita di dunia dan di batas awal memasuki dunia baru yang bernama Barzakh. Untuk memasuki dunia baru tersebut terlebih dulu kita harus membuka pintu masuknya. Pintu masuknya itu bernama “Kematian”. Ya, Kematian… Itulah fase yang harus kita lewati setelah melewati fase Sakratulmaut. Dengan kematian itu kita berhak mendapatkan tempat di alam Barzakh.

Kematian adalah sesuatu yang ditakuti banyak orang. Kendati pada kenyataanya, tidak ada seorangpun yang dapat menghindari atau lari dari kematian itu. Siapapun dia, Presidenkah, Rajakah dia, Konglomerat kah dia, Jendral berbintang lima kah dia, di mana dan kapanpun mereka berada. Mereka pasti mati. Selama mereka memiliki nyawa, pasti akan mengalami kematian. Hal ini telah menjadi ketentuan dan kehendak Tuhan Pencipta sebagaimana di jelaskan-Nya dalam surat Ali Imran ayat 185 dan Surat An-Nisa’ ayat 78 berikut ini :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ.....(185)

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (Q.S. Ali Imran: 185)

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ (78)

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…. (Q.S. An-Nisa’ : 78)
Kematian sudah ditentukan bagi setiap yang bernyawa. Kematian tidak perlu dicari, karena ia yang mencari setiap yang bernyawa. Kematian tidak bisa diwakilkan, dipindahkan atau take over oleh yang tidak berhak, karena petugas kematian, yakni Malakul Maut yang diberikan tugas khusus mengurusinya belum pernah menerima sogokan dan tidak akan pernah. Karena semua Malaikat melakukan semua apa yang diperintahkan Allah kepada mereka, tanpa sedikitpun disimpangkan apalagi dimanipulasi, seperti yang Allah jelaskan :

قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ (11)

“Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (Q.S.As-Sajdah (32) :11)

Demikian juga, bahwa kematian akan datang pada saatnya atau ketika ajal (batas)nya habis. Kematian tidak bisa diundurkan kendati barang sedetik. Tidak sedikit orang yang mencoba untuk mengundurkan kematian, tapi usahanya gagal dan sia sia belaka. Karena kematian adalah pintu masuk tempat tinggal sementara ketiga kita, yakni alam Barzakh. Maka, kitapun harus memasukinya, karena jatah menginap di penginapan di dunia sudah habis serta tempat kita di dunia sudah dibooking Malaikat untuk penghuni lain selain kita. Allah telah mengingatkan kita tentang hal ini dan apa yang harus kita lakukan sebelum kematian (maut) itu menjemput kita, seperti tercantum dalam firman-Nya berikut ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (9) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (11)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.(9) Dan belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhan Penciptaku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?" (10) Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (11)” (Q.S. Al-Munafiqun : 9 – 11)

Nah, sebelum kita dijemput Kematian (Maut) yang waktunya Allah rahasiakan… Ia bisa datang saat ini, satu detik setelah ini, satu menit setelah ini, satu jam setelah ini, satu hari setelah ini, satu pekan setelah ini, satu bulan setelah ini, atau satu tahun setelah ini dan seterusnya….Sebelum Kematian menjemput kita, cobalah gunakan kecerdasan Spiritual, Emotinal dan Intellectual yang Allah berikan kepada kita untuk menangkap rahasia di balik Kematian itu. Lalu, tanya diri kita dengan jujur seputar pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Siapa yang menghadirkan saya ke dunia ini?

2. Apakah saya sudah mengenal Tuhan Pencipta saya dengan baik?

3. Apakah saya sudah mengenal Kitab Petunjuk Hidup (al-Qur’an) yang diturunkan-Nya untuk saya?

4. Apakah saya sudah mengenal seorang manusia bernama Muhammad Bin Abdullah yang diutus-Nya untuk menjelaskan isi Kitab Petunjuk Hidup tersebut?

5. Apakah saya akan hidup di dunia ini selama-lamanya?

6. Tidak cukupkah kematian manusia yang saya lihat setiap hari di atas muka bumi ini dengan berbagai sebab, seperti gempa bumi, tsunami, angin topan, banjir bandang, perang, sakit jantung, darah tinggi dan bahkan ada yang tidak sakit sama sekali, menjadi pelajaran berharga bagi diri saya dan saya juga pasti akan mengalaminya, masalahnya hanya tinggal waktu?

7. Bagaimana pandangan saya terhadap kehidupan dunia ini?

8. Bekal apa yang sudah saya siapkan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian?

9. Apakah saya sudah mengevaluasi hidup saya sejak masa baligh (dewasa) sampai saat ini?

10. Sudahkah saya memiliki 10 Katrakter Mulia yang menjadi syarat kesuksesan hidup saya di
dunia dan di akhirat nanti, yakni aqidah bersih, ibadah benar, akhlak kokoh, wawasan luas, memiliki skil kehidupan, fisik sehat dan kuat, mampu mengendalikan syahwat, urusan teratur, manajemen waktu baik dan memiliki tanggung jawab sosial.

Minggu, 20 Juni 2010

Era Kehidupan Tipuan Dajjal

Secret Society atau Organisasi Rahasia ada banyak macamnya di dunia ini sejak zaman dahulu, zaman para nabi Allah Swt, hingga sekarang। Ada Organisasi Rahasia yang bersifat internal dan sama sekali tidak mengganggu komunitas lain, namun ada juga yang sebaliknya, secara ekstrem dan radikal berupaya menjadikan orang-orang di luar kelompok mereka sebagai “The His-Slaver” atau Kaum Budak bagi mereka.
Islam telah memberi pedoman kepada kita jika dunia ini merupakan palagan, medan pertempuran, antara pasukan tauhid dengan pasukan musyrik, antara pasukan Allah Swt melawan pasukan Dajjal. Sejak Nabi Adam Allaihi Salam diturunkan ke bumi, sejak itu pula iblis mengajak manusia kepada kesesatan dan menjauhi ketauhidan. Allah Swt menurunkan para nabi dan Rasul-Nya, juga memberi hidayah dan keistiqomahan pada mujahidin dan para penyeru ketauhidan, adalah semata-mata agar umat manusia tidak sedikit pun berpaling pada kaimat tauhid. Sebaliknya, iblis dan para pengikutnya pun membuat berbagai manuver, manipulasi, dan menyebar dusta serta fitnah, agar manusia sebanyak mungkin bisa disesatkan jalannya.

Rasulullah Saw telah bersabda jika di hari akhir nanti Dajjal akan hadir dengan tipu muslihat yang amat dahsyat sehingga banyak manusia yang kurang kuat iman dan akidahnya akan tertipu dan menyangka jika Dajal itu adalah Imam Mahdi, dan sebaliknya menganggap Imam Mahdi sebagai Dajjal. Naudzubillah min dzalik!

Secret Societies atau Organisasi Rahasia kebanyakan merupakan pasukannya Iblis, atau dalam khasanah Barat disebut sebagai pasukannya Lucifer. Jumlah pastinya tidak ada yang tahu. Namanya pun bisa berubah-ubah, bagaikan pakaian yang bisa dipakai atau dibuang atau pun disimpan untuk waktu tertentu, tergantung keperluannya. Namun bagi kita umat Muhammad Saw, sangat mudah mengenali mereka. Alat untuk mengidentifikasi mereka hanya satu: apakah mereka mengajarkan ketauhidan atau malah kemusyrikan. Itu saja.

The New World Order (NWO) hanyalah merupakan nama keren untuk menyebut Tata Dunia di bawah Hegemoni Zionis-Yahudi. Saat ini kita harus mengakui, pencapaian mereka untuk NWO nyaris final. Coba Anda sebutkan satu bidang kehidupan, misal politik, ekonomi, hiburan, media massa, atau militer, semuanya sudah berada di dalam genggaman jaringan Yahudi Internasional. Saat ini, tidak ada satu pun sisi kehidupan umat manusia yang bisa bebas dari pengaruh kaum penyembah Lucifer ini.

Terkait dengan cita-cita The New World Order, kelompok Luciferian memang mendirikan sebuah negara besar yang dipergunakan sebagai kapal induk bernama Amerika Serikat. Lambang negara AS dengan jelas dan tegas menorehkan tujuan mereka: Novus Ordo Seclorum. Yang berarti: Satu tatanan dunia baru yang sepenuhnya sekular. Jadi, satu tatatan dunia di mana agama hanya bersifat individu, semata-mat untuk keshalehan pribadi, dan sama sekali bukan sebagai landasan prinsip bagi penyelenggaraan suatu negara, bukan untuk menciptakan keshalehan sosial.

Indonesia, diakui atau tidak, tengah menuju cita-cita kaum Luciferian ini. Bagaimana bisa sebuah negeri Muslim terbesar dunia, umat Islamnya adem-ayem tatkala ikon pornografi Playboy bisa leluasa dijual di sini, tatkala kelompok (yang jelas) sesat dan menyesatkan seperti Ahmadiyah dengan si ghulam ahmad-nya masih bisa eksis hingga sekarang, tatkala orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai garda terdepan dakwah malah bisa bersekutu dengan kaum liberalis dan kafirin yang jelas-jelas Allah Swt telah memerintahkan kita untuk menghancurkannya.

Kita, pemilik sah dari satu negeri Islam terbesar dunia ini, bisa-bisanya bersikap permisif dengan pengiriman salah seorang anak negerinya untuk mengikuti Miss Universe yang jelas-jelas mengumbar aurat bahkan di tonton jutaan mata kaum kafirin.

Saya yakin, ada banyak tokoh Islam di negeri ini yang masih lurus dan berani menentang semua itu. Tapi harus diakui, kekuatan Islam di lingkaran kekuasaan negara tidak ada. Nol besar. Bisa jadi banyak pejabat kita KTP-nya Islam, dari presiden hingga lurah, namun mereka tidak bersungguh-sungguh menjadikan perjuangan menegakkan kalimat tauhid sebagai sebuah tujuan utama, melainkan hanya sebagai senda-gurau atau alat manipulasi. Fakta yang terjadi adalah kekuatan kuantitatif umat Islam hanya sekadar dijadikan barang dagangan di pusat kekuasaan bagi segelintir oportunis dan badut politik. Tidak lebih.

Sederhananya, jika para tokoh Islam di akar rumput banyak yang bersungguh-sungguh menghidupi Islam, maka sebaliknya, banyak orang yang mengaku sebagai tokoh umat Islam yang ada di sekitar pusat kekuasaan bersungguh-sungguh hidup dari Islam. Yakni menjadikan Islam dan umat-Nya sebagai barang dagangan, sebagai sekadar alat tawar bagi kepentingan-kepentingan pribadi dan golongannya sendiri. Ayat-ayat Allah Swt pun dijadikan kedok atau tameng untuk mengelabui umat. Allah Swt di dalam kitab suci al-Qur’an telah menunjukkan jika orang-orang seperti ini adalah satu kaum yang telah menukar akherat dengan kelezatan dunia. Dan mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang merugi.

Sejak berabad silam hingga sekarang, kelompok-kelompok rahasia Luciferian terus bekerja siang dan malam untuk menyesatkan umat manusia dan menyukseskan agenda The New World Order-nya. Beberapa di antaranya adalah Freemasonry, Rosikrusian, Golden Dawn, Round Table, Bildeberger, Bohemian Groove, Libertarian (di Indonesia, dulu dikenal sebagai Mafia Berkeley, sekarang berganti nama menjadi Neo-Liberal. Juga termasuk Islam Liberal), The Satanic Church, Theosofie (termasuk Kejawen), Zionis, dan sebagainya.

Mereka bergerak di berbagai bidang kehidupan. Tidak ada satu pun bidang kehidupan yang dilewatkan oleh mereka untuk mensukseskan misinya. Sebab itu, sebagai umat Islam kita wajib kembali kepada jalan para Nabi yani memperjuangkan ketauhidan. Agar kita tidak tertipu oleh kelompok orang yang suka memutar-mutar lidah membaca ayat-ayat Alah Swt, namun sesungguhnya bekerja untuk melayani kepentingan kaum Liberal dan Lucferian.

Pemahaman Dajjalisme

Dajjal itu sendiri memiliki arti sebagai Pendusta atau Penyamar. Dalam bahasa Arab, istilah “Dajjal” juga lazim digunakan untuk menamakan “nabi palsu” dan “Al-Masih Ad-Dajjal” lebih kurang “Imam Mahdi Palsu” atau dalam kamus Alkitab disebut sebagai “Mesias Palsu” atau “Anti Christ”.

Berbagai hadits menyebutkan jika salah satu kemampuan utama Dajjal adalah menipu manusia. Kelak, di hari kemunculannya, kehadiran Dajjal akan didukung oleh sistem Dajjalistis di mana umat manusia akan digiring dan ditipu mentah-mentah oleh jaringan pembuat opini publik yang menyebutkan Dajjal adalah Imam Mahdi atau Ratu Adil. Banyak media massa di berbagai negara—media cetak, radio, televisi, hingga internet—akan menyebut Dajjal sebagai Ratu Adil, yang akan membawa harapan akan perubahan yang lebih baik. Banyak umat manusia akan tertipu oleh media massa dunia ini dan menjadi pengikut atau pengagum Dajjal
Sebaliknya, Imam Mahdi yang asli, yang akan membawa perubahan yang hakiki, oleh media massa yang dikuasai sistem Dajjal akan dikampanyekan sebagai seorang pembohong, pendusta, bahkan harus diperangi.

Hanya umat Islam yang memegang tali Allah dengan kuat yang tidak akan tertipu oleh sistem Dajjalistis seperti ini. Sedangkan umat manusia, termasuk orang Islam, yang lebih menyukai dunia dengan segala kenikmatan dan kelezatannya, yang lebih gemar jalan-jalan ke mall ketimbang ke masjid, yang lebih gemar mengusap-usap mobil mewah ketimbang memilin tasbih, mereka semua akan menjadi pengikut Dajjal, bahkan jauh sebelum Dajjal itu sendiri akan muncul.

Bahkan beberapa di antaranya akan menjadi tim sukses Dajjal yang akan membelokkan hati dan akal manusia agar berpaling dari ajaran Islam yang benar, memalingkan manusia dari akherat, dan menjadikan dunia sebagai surga kehidupannya. Orang-orang seperti ini pandai sekali memutar-mutar lidah, mengutip berbagai dalil Qur’an dan hadits, bahkan lebih pandai ketimbang orang pada umumnya. Namun karena hatinya lebih condong pada dunia maka segala yang keluar dari mulut dan otaknya adalah dunia, dunia, dan dunia.


Fenomena ini sudah ada di depan mata kita sekarang di mana Islam dan umat-Nya dijadikan barang dagangan. Dengan berbagai dalih agama, mereka berupaya keras menghimpun orang dalam barisannya dan setelah itu dijadikan bargainning power (alat tawar) terhadap siapa pun yang dianggap mampu untuk memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri.

Kembalilah ke Islam. Islam dalam artian sesungguhnya. Bukan Islam yang dikerdilkan sekadar untuk memuaskan musuh-musuh politik. Bukan Islam yang dibonsai demi mencapai kuota kekuasaan. Bukan Islam yang mau tunduk pada kemungkaran yang ada di depan matanya. Jadilah pribadi yang lebih mencintai akherat ketimbang dunia. Jadilah pribadi yang berani mengatakan al-haq dan membongkar yang bathil, walau Anda nanti harus sendirian dan dicaci-maki teman-teman sendiri. Jadilah pribadi yang lebih mencintai orang-orang tertindas, kaum dhuafa, fukoro lan masakin, ketimbang berdekat-dekatan dan bermesra-mesraan dengan penguasa, koruptor, perampok uang umat, penipu, dan sebagainya. Jika Anda yakin berada dalam kebenaran, Anda tetap berada dalam jamaah Allah SWT, walau Anda sendirian! Allah SWT itu sendirian, dan kesendirian Allah SWT merupakan kekuatannya.

Solusi Saat ini

Menjadi kewajiban semua umat Islam-lah untuk menegakkan syariat Islam di mana pun berada. Ini fardhu ’ain. Namun jika para tokoh Islam yang ada di parlemen dan pemerintahan sekarang ini sudah alergi dengan penegakan syariat Islam, sudah malu dengan identitas keislamannya, dan sudah terlena dengan ideologi buatan manusia, maka tinggalkanlah mereka. Sekarang ini, belum ada satu pun partai politik yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Sebab itu, tinggalkanlah mereka semua dan jangan ikut-ikutan permainan Dajjal yang sesungguhnya menipu tersebut.

Apa yang harus kita perbuat jika kenyataannya memang menyedihkan begitu?

Pertama, kita harus belajar dan mendalami Islam kepada guru atau ustadz yang benar. Bukan kepada guru yang belepotan lumpur politik, bukan kepada guru yang mengajak ngebom sana-ngebom sini, bukan kepada guru yang baru saja bertemu langsung bertanya pada kita, “Sudah berapa orang yang bisa kamu rekrut?”

Belajarlah kepada guru atau ustadz yang ketika pertama kali bertemu menanyakan sudahkah kita mengerjakan sholat tahajud, puasa Senin-Kamis, sholat Dhuha, atau sudahkah tambah hafalan kita. Insya Allah, ustadz yang demikian akan menuntun kita ke jalan yang benar.

Kedua, tingkatkanlah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan banyak-banyak membaca buku. Tinggalkanlah atau sedikitkan waktumu untuk menonton teve, main Fesbuk, Twitter, Chatting, dan yang sebagainya. Termasuk menyedikitkan menghafal atau mendengarkan nasyid (apalagi nyanyian yang lain), karena ini pun tidak dianjurkan. Semua itu hanyalah pekerjaan membuang-buang waktu.

Hadirilah kajian-kajian agama dan keilmuan lainnya yang bisa meningkatkan ilmu dan wawasan kita dan tinggalkanlah majelis-majelis partai politik karena yang ini sama sekali tidak ada gunanya sekarang.

Ketiga, buatlah jaringan sosial dengan orang-orang alim, mereka yang saling nasehat-menasehati dalam Islam, dan saling menganjurkan untuk berbuat kebaikan.

Keempat, hidupkanlah Islam dan jangan sekali-kali hidup dengan menjual Islam. Janganlah jadi pedagang umat. Allah SWT Maha Tahu apa yang tengah kita lakukan. Banyak orang ber-KTP Islam sekarang ini yang menjual ayat-ayat Allah SWT dengan harga amat murah, ditukar dengan kelezatan kehidupan dunia yang fana. Sehingga tanpa risih sedikit pun mereka tega mempermainkan perintah Allah SWT dan mengatakan sesuatu tanpa ilmu yang haq. Islam sudah ketinggalan zaman-lah, jilbab hanya sekadar persoalan secarik kain-lah, dan sebagainya.

Kelima, jangan pernah merasa takut sedikit pun jika Anda sudah melakukan ini semua dan banyak orang menganggap kita aneh, bahkan menyatakan jika kita sendirian. Teruslah berjalan di atas rel Islam yang lurus, walau mungkin itu berarti kita sendirian. Ingat, Allah SWT itu pun sendirian, dan kesendirian Allah SWT itulah kekuatan-Nya. Jalan para Nabi adalah jalan sunyi yang penuh dengan onak dan duri. Semoga Allah SWT selalu memudahkan segala urusan kita semua dan membimbing hati kita agar selalu berada dalam jalan-Nya yang lurus. Wallahu’alam bishawab.

Wassalammua’alikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sabtu, 19 Juni 2010

Ibadah 500 Thn Tidak Sebanding dengan 1 Nikmat Allah SWT

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu bersabda, 'Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia memberitahu, 'Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Sesungguhnya Allah memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung.

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga.

Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba itu membantah, 'Ya Rabbi, aku masuk Surga karena perbuatanku.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba tersebut membantah lagi, 'Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.'

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, 'Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya.'

Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain। Allah Ta’ala berfirman, 'Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke Neraka!'
Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka. Hamba itu lalu berkata, 'Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam SurgaMu.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Kembalikanlah ia.'

Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, 'Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?'
Hamba tersebut menjawab, 'Engkau, wahai Tuhanku.'

Allah bertanya lagi, 'Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmatKu?'
Dia menjawab, 'Semata-mata karena rahmatMu.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?'
Dia menjawab, 'Engkau Ya Rabbi.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!?'
Hamba itu menjawab, 'Engkau ya Rabbi.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Itu semua berkat rahmatKu. Dan hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.' Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke dalam Surga."

Jibril ‘Alaihis Salam melanjutkan, "Wahai Muhammad, sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat Rahmat Allah Ta’ala." (HR. Al-Hakim, 4/250.)

Jumat, 18 Juni 2010

Keutamaan Shalat Fajar Melebihi Seisi Bumi

Rasulullah lebih menyukai Shalat sunnah dari pada dunia semuanya. Bahkan didalam hadisnya yang lain dinyatakan; shalat fajar dua rokat itu nilainya yang akan Allah berikan kepada orang yang melakukannya ini lebih banyak, lebih baik daripada dunia dan seisinya.

Dunia ini isinya luar biasa. Apa yang ada dipermukaan dunia ini kekayaannya begitu luar biasa. Belum lagi yang terdapat didalam tanah. Ada emasnya, ada tembaganya, ada peraknya, ada intan berharga, yang dilaut juga, yang di udara juga banyak sekali.

Bahkan Allah Maha kaya. Kita di dunia ini terkagum-kagum dengan seseorang konglomerat yang kekayaannya triliyunan. Terkagum-kagum kepada orang yang punya mobil sampai seribu misalnya, punya rumah jutaan dimana-mana, punya hotel dimana-mana, orang punya emas sampai satu ton. Tapi sekaya-kayanya manusia didunia ini bila dibandingkan dengan kekayaan Allah swt tidak adaapa-apanya.

Orang yang melakukan shalat sunnah fajar yang hanya dua rokaat itu, Allah akan berikan balasan lebih banyak, lebih baik dari pada dunia ini dan sekaligus seisinya. Maka Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan shalat sunnah fajar ini. Allah akan memberikan balasan yang banyaknya tidak bisa diukur dengan kekayaan Allah yang ada di bumi yang kita lihat ini.



Telah kita ketahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu menyempatkan diri melaksanakan shalat dua rakat sebelum shalat subuh berjamaah bersama para sahabat. Dan dalam mengerjakan shalat fajar, Nabi selalu meringankannya. Tentu saja jika shalatnya ringan atau cepat, ayat atau surat yang dibaca pun pasti pendek. Dalam hadist yang di riwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anha disebutkan,

“Aku mengamati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama sebulan, beliau membaca dalam dua rakaat sebelum fajar : Qul ya ayyuhal kaafirun dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata bahwa ini adalah hadist hasan) (27)

Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa Rasulullah membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas dalam shalat fajarnya. Sesuai dengan urutan surat-surat Al-Qur’an dan bunyi hadist, surat Al-Kafirun beliau baca pada rakaat pertama. Sedangkan surat Al-Ikhlas dibaca pada rakaat kedua.

Dua surat ini termasuk dalam jajaran surat-surat yang pendek dan termasuk dalam golongan surat-surat Makkiyyah, yakni surat-surat yang diturunkan di Makkah sebelum beliau hijrah ke Madinnah.

Dalam hadist lain riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu disebutkan,

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca dalam dua rakaat fajar: Qul Yaa Ayyuhal kaafiraun dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. Muslim) (28)

Ayat Lain yang Dibaca Nabi dalam Shalat Sunnah Fajar

Dalam dua rakaat fajarnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas. Namun beliau juga membaca ayat lain, yakni ayat ke 136 dari surat Al-Baqarah dan ayat ke 52 atau 64 dari surat Ali Imran. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma,

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca pada rakaat pertama dari dua rakaat fajar : Quuluu aamannaa billaahi wamaa uunzila ilayna, satu ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. Dan pada rakaat kedua, beliau membaca : Aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun.” Dalam riwayat yang lain, “Dan beliau membaca satu ayat yang terdapat dalai surat Ali Imran pada rakaat kedua: Ta’aalaw ilaa kalimatin sawaa’in baynanaa wa baynakum.” (keduanya diriwayatkan Imam Muslim) (29)

Jadi, dalam shalat sunnah fajar, Nabi hanya membaca Al-Fatihah dan dua ayat pendek dari surat Al-Baqarah dan Ali Imran tersebut. DR. Musthafa Said Al-Khin berkata, “Yang disunnahkan dan yang sebaiknya adalah memadukan hadist-hadist dalam masalah ini. Misalnya, seseorang membaca pada rakaat pertama dalam shalat sunnah fajarnya dengan ayat dari surat Al-Baqarah dan surat Al-Kafirun. Kemudian pada rakaat keduanya, dia membaca ayat dari surat Ali Imran dan surat Al-Ikhlas. Hal yang seperti ini bukan berarti menafikan sisi peringanan dua rakaat tersebut. Karena shalat yang ringan adalah relatif, apabila dibandingkan dengan shalat yang panjang.” (30)

Demikian menurut DR. Musthafa, bahwa dua bacaan tersebut digabungkan menjadi satu dan di baca dalam satu rakaat. Namun menurut kami, yang benar adalah masing-masing dibaca sendiri-sendiri dalam satu rakaat, tanpa perlu digabung. Jika seseorang sudah membaca surat Al-Kafirun dalam rakaat pertamanya, maka hal itu sudah cukup dan tidak perlu ditambah dengan membaca Qulu amanna. Begitu pula pada rakaat kedua, jika sudah membaca Al-Ikhlas, tidak perlu lagi membaca ayat 136 dan 52 dari surat Ali Imran. Dan yang seperti ini sudah mengikuti kebiasaan (baca : sunnah) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sebab, tidak mungkin menggabungkan dua kebiasaan dalam satu kali perbuatan. Sama halnya dengan shalat jum’at, dimana Nabi biasa membaca surat Al-A’la dan Al-Ghasyiyah, namun terkadang beliau juga membaca surat Al-Jumu’ah dan Al-Mnafiqun. Apakah anda pernah mendengar seorang imam Jum’at yang membaca surat Al-A’la dan Al-Jumu’ah sekaligus dalam satu rakaat? Jawabnya, tentu tidak! Wallahu a’lam.

Kamis, 17 Juni 2010

Berburu Karomah Cinta

Betapa banyak orang, baik rakyat ataupun pejabat, mereka telah menjadi budak-budak cinta

“Hidup tanpa cinta
Bagai taman tak berbunga
Begitulah kata para pujangga”

Hidayatullah.com--Demikianlah sya'ir lagu yang dibawakan oleh 'Bung' Haji Roma Irama, yang menggambarkan akan kehampaan dunia, tanpa dihiasi cinta. Cinta adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada anak manusia, bahkan -bagi orang mukmin- keberadaannya telah menjadi syarat akan keimanan mereka, “Tidak beriman di antara kalian, hingga kalian mencintai saudara kalian, sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri”, demikianlah penegasan Rasulullah, akan anjuran kepada kaum muslimin untuk menyebarluaskan cinta antarsesama, khususnya, terhadap saudara seiman.

Cinta adalah sebuah legenda yang tidak pernah habis untuk dibahas. Ia datang dan pergi tanpa harus permisi. Tiba-tiba ia hinggap di hati, dan bisa jadi, sekejab kemudian ia menghilang. Itulah cinta, penuh dengan dinamika.

Bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, maka mereka akan mengorbankan apapun yang dimiliki, demi mewujudkan apa yang dicintai. Bukan cinta namanya, kalau seseorang tidak mau berkorban untuk menggapai apa yang dicintainya, karena memang cinta identik dengan pengorbanan.

Nah, di sini lah kita harus mewas diri terhadap cinta, sebab kalau kita lengah, harga diri kita akan tergilas olehnya. Bahkan, akhirat kita juga akan menjadi taruhannya. Apa sekejam itu cinta? Yaa, tapi tetap tergantung kepada siapa yang mengendalikannya.

Para Budak Cinta

Kalau diumpamakan, cinta itu bagaikan pisau bermata dua. Satu sisi ia bisa menjadi inspirasi yang mampu melejitkan diri. Dan di sisi yang lain, ia bisa menjelma menjadi sosok yang akan menghancurkan kita sendiri. Dan hal tersebut akan terjadi, apa bila kita memposisikannya (cinta), laksana seorang raja yang harus ditaati titahnya, tanpa harus mempedulikan batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Sang-Penganugerah cinta, Allah.

Sepertinya, hal inilah yang sedang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita saat ini. Betapa banyak orang, baik itu rakyat ataupun pejabat, mereka telah menjadi budak-budak cinta. Rasa malu sepertinya telah sirna, karena kerakusan mereka di dalam memenuhi hajat cinta.

Perhatikanlah, kasus perzinaan, sepertinya telah menjadi berita biasa, karena hampir setiap saat kita disuguhkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang memilukan tersebut. Atas dasar suka sama suka, dengan 'lapang dada' mereka melakukan perbuatan keji, yang dimurkai Allah tersebut.

Ini masih dalam konteks, sama-sama 'ridha'. Belum lagi kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, dan lain sebagainya.

Kasus korupsi, yang didasari oleh cinta terhadap harta yang berlebihan, telah menyebabkan negeri ini menjadi salah satu negeri terkorup di dunia. Ratusan ribu anak putus sekolah dan mati karena kelaparan, disebabkan asupan uang yang harusnya mengalir ke tangan mereka, justru tersendat di kantong-kantong para koruptor. Ironinya, 'budaya' korupsi ini tidak hanya melanda kolongan elit, namun, mereka yang masih duduk di kelas 'teri' pun tak mau ketinggalan.

Cinta yang brutal macam inilah, yang benar-benar akan menggiring pemiliknya, selangkah demi selangkah menuju gerbang kehancuran di dunia. Lebih-lebih di akhirat kelak.

Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur segalanya, temasuk masalah cinta dengan begitu indah, sehingga tidak menjerumuskan kepada kebinasaan. Dalam Al-Quran, terdapat sosok suri tauladan yang sangat agung, yang mampu mengelola cintanya, dan dengan hal tersebut, beliau dimuliakan oleh Allah. Dia adalah Nabiullah Yusuf 'Alaihissalam.

Dari sekian banyak kisah para Nabi yang tertera dalam Al-Quran, kisah Nabi Yusuf, merupakan kisah yang paling unik, sebab kisahnya memiliki 'page' tersendiri. Mulai dari awal surat hingga akhirnya, mengisahkan perjalanan beliau. Hal ini tentu saja karena di dalam dirinya terdapat pelajaran-pelajarn yang sangat penting, yang harus kita ikuti. Dan diantaranya adalah tauladan cinta.

Beliau merupakan sosok yang sangat berpegang teguh dalam menjaga kesucian cinta. Dan itu dipertahankan, tidak hanya dalam kondisi sukar, dalam keadaan nyaman pun prinsip ini tetap dipegang erat-erat.

Penolakan terhadap bujuk rayu Zulaikha untuk melakukan perbuatan keji (zina) adalah bukti akan kekuatan beliau di dalam menjaga prinsip, untuk tidak mencederai kemurnian cinta. Ia sadar apa yang akan dilakukannya ini merupakan perbuatan bejat yang dimurkai oleh Allah, dan yang akan membinasakannya. Pada akhirnya, sekuat apapun usaha Zulaikha untuk menundukkan hati Yusuf agar takluk di pangkuannya, gagal total dan Yusuf terhindar dari dosa besar.

Ketika beliau telah diangkat menjadi bendahara negara yang menangani mesalah pangan, tidak serta-merta posisi tersebut menjadikan beliau tamak harta (sebelumnya beliau pernah menjadi budak).

Begitu pula, tatkala ada kesempatan untuk membalas perilaku kakak-kakaknya yang telah membuangnya ke dasar sumur, tidak beliau laksanakan, karena memang cinta yang bersemayam di hati beliau benar-benar cinta yang murni, yang lebih mencintai untuk memberi maaf, dari pada harus membalas, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Yusuf: 92)

Inilah di antara kisah perjalanan cinta Nabi Yusuf, yang secara nyata telah mampu mengantarkan beliau ke posisi mulia. Firman Allah dalam Al-Quran, “Mereka berkata, “demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau (Yusuf) di atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang bersalah.” (Yusuf: 91)

Cinta yang Berkaromah

Dari ulasan di atas, bukan berarti Islam melarang umatnya untuk mencintai lawan jenisnya, ataupun harta yang mereka miliki. Justru sebaliknya, Al-Quran menjelaskan, bahwa memang telah dihiasi manusia itu keindahan berupa cinta terhadap istri, anak, harta dan lain-lain, “Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah dan ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik,” demikian Firman Allah dalam Al-Quran, surat Al-Imron, 14.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengantarkan cinta, hingga mendatangkan karomah (pengaruh baik) bagi setiap pribadi yang sedang dirasuki olehnya, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Yusuf?

Allah sebagai Penanganugerah cinta telah menjelaskan dalam Al-Quran, bahwa untuk mendapatkan hal tersebut, maka, orang itu harus memposisikan cinta sesuai dengan hirarkinya. Cinta memiliki hirarki, ketika cinta telah mengikuti jejak hirarki tersebut, maka, kemuliaan yang didasari oleh cinta pun akan diperoleh.

Adapun hirarki pertama, dan itu harus menjadi landasan untuk mencintai hal-hal yang lainnya adalah cinta ke pada Allah. Allah sebagai pecipta manusia, yang telah menganugerahkan kepada mereka bumi dan apa yang ada di dalamnya, harus kita utamakan. Dan ketika hal tersebut kita lakukan, kita akan menuai akan manisnya iman. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah, ada tiga hal yang akan menjadikan seseorang mengecap manisnya iman, dan salah satu di antara tiga hal tersebut adalah, mencintai Allah di atas segalanya.

Mencintai Allah, menuntut kita untuk mencintai apa yang Ia cintai, dan membenci apa yang Ia benci, termasuk juga, dengan menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan menjauhi apa yang dilarang.

Hanya dengan inilah, kita bisa membuktikan akan ketulusan cinta kita kepada-Nya. Allah berfirman tentang hal ini, “Katakanlah (Muhammad), “jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Imran: 31).

Cinta model ini pula, yang telah mengantarkan Umar bin Khathab, menjadi sosok yang mulia, yang sebelumnya, merupakan sosok yang bengis. Al-kisah, pada suatu hari Rasulullah menanyai tentang besar cintanya terhadap beliau. Umar menjawab, “Aku mencintaimu ya Rasulullah melebihi cintaku kepada semua yang lain kecuali diriku sendiri”. Mendengar jawaban demikian, Rasulullah akhirnya menimpali, “Tidak wahai Umar! Sampai aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.”

Ketika cinta telah mengikuti hirarki demikian, maka, cinta kita terhadap yang lainnya akan lurus. Cinta terhadap istri, anak-anak, keluarga, harta benda, jabatan, akan menjadi lurus kalau ia berada dalam ruang besar yang bernama cinta kepada Allah. Tidak akan ada cerita tentang penyelewengan cinta, yang dilakukan bani Adam, ketika cinta mereka telah menapaki jejak cinta yang telah ditetapkan oleh Allah. Sikap sami'na wa atha'na (kami dengar dan kami taati) terhadap apa yang telah menjadi ketetapan Allah dan Rasulnya (tanpa harus mendiskusikannya terlebih dahulu), juga menjadi cirri akan kemurnian cinta kepada Ilahi Rabbi.

Dan cinta tipe inilah yang telah diterapkan oleh Nabi Yusuf, sehingga beliau dikaruniai kemuliaan oleh Allah. Simaklah jawaban beliau, ketika dibujuk rayu oleh Zulaikha, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik….” (Yusuf: 23).

Kesimpulannya, untuk meraih karomah cinta, maka, kita harus memposisikan cinta sesuai dengan hirarki yang telah dipaparkan di atas. Mudah-mudahan Allah mencatat kita termasuk golongan orang-orang yang telah menapakkan cinta sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Yusuf 'Alaihi Wassalam. Wallahu'alam bis-shawab. [Robin Sah/hidayatullah.com]