Minggu, 20 Juni 2010

Era Kehidupan Tipuan Dajjal

Secret Society atau Organisasi Rahasia ada banyak macamnya di dunia ini sejak zaman dahulu, zaman para nabi Allah Swt, hingga sekarang। Ada Organisasi Rahasia yang bersifat internal dan sama sekali tidak mengganggu komunitas lain, namun ada juga yang sebaliknya, secara ekstrem dan radikal berupaya menjadikan orang-orang di luar kelompok mereka sebagai “The His-Slaver” atau Kaum Budak bagi mereka.
Islam telah memberi pedoman kepada kita jika dunia ini merupakan palagan, medan pertempuran, antara pasukan tauhid dengan pasukan musyrik, antara pasukan Allah Swt melawan pasukan Dajjal. Sejak Nabi Adam Allaihi Salam diturunkan ke bumi, sejak itu pula iblis mengajak manusia kepada kesesatan dan menjauhi ketauhidan. Allah Swt menurunkan para nabi dan Rasul-Nya, juga memberi hidayah dan keistiqomahan pada mujahidin dan para penyeru ketauhidan, adalah semata-mata agar umat manusia tidak sedikit pun berpaling pada kaimat tauhid. Sebaliknya, iblis dan para pengikutnya pun membuat berbagai manuver, manipulasi, dan menyebar dusta serta fitnah, agar manusia sebanyak mungkin bisa disesatkan jalannya.

Rasulullah Saw telah bersabda jika di hari akhir nanti Dajjal akan hadir dengan tipu muslihat yang amat dahsyat sehingga banyak manusia yang kurang kuat iman dan akidahnya akan tertipu dan menyangka jika Dajal itu adalah Imam Mahdi, dan sebaliknya menganggap Imam Mahdi sebagai Dajjal. Naudzubillah min dzalik!

Secret Societies atau Organisasi Rahasia kebanyakan merupakan pasukannya Iblis, atau dalam khasanah Barat disebut sebagai pasukannya Lucifer. Jumlah pastinya tidak ada yang tahu. Namanya pun bisa berubah-ubah, bagaikan pakaian yang bisa dipakai atau dibuang atau pun disimpan untuk waktu tertentu, tergantung keperluannya. Namun bagi kita umat Muhammad Saw, sangat mudah mengenali mereka. Alat untuk mengidentifikasi mereka hanya satu: apakah mereka mengajarkan ketauhidan atau malah kemusyrikan. Itu saja.

The New World Order (NWO) hanyalah merupakan nama keren untuk menyebut Tata Dunia di bawah Hegemoni Zionis-Yahudi. Saat ini kita harus mengakui, pencapaian mereka untuk NWO nyaris final. Coba Anda sebutkan satu bidang kehidupan, misal politik, ekonomi, hiburan, media massa, atau militer, semuanya sudah berada di dalam genggaman jaringan Yahudi Internasional. Saat ini, tidak ada satu pun sisi kehidupan umat manusia yang bisa bebas dari pengaruh kaum penyembah Lucifer ini.

Terkait dengan cita-cita The New World Order, kelompok Luciferian memang mendirikan sebuah negara besar yang dipergunakan sebagai kapal induk bernama Amerika Serikat. Lambang negara AS dengan jelas dan tegas menorehkan tujuan mereka: Novus Ordo Seclorum. Yang berarti: Satu tatanan dunia baru yang sepenuhnya sekular. Jadi, satu tatatan dunia di mana agama hanya bersifat individu, semata-mat untuk keshalehan pribadi, dan sama sekali bukan sebagai landasan prinsip bagi penyelenggaraan suatu negara, bukan untuk menciptakan keshalehan sosial.

Indonesia, diakui atau tidak, tengah menuju cita-cita kaum Luciferian ini. Bagaimana bisa sebuah negeri Muslim terbesar dunia, umat Islamnya adem-ayem tatkala ikon pornografi Playboy bisa leluasa dijual di sini, tatkala kelompok (yang jelas) sesat dan menyesatkan seperti Ahmadiyah dengan si ghulam ahmad-nya masih bisa eksis hingga sekarang, tatkala orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai garda terdepan dakwah malah bisa bersekutu dengan kaum liberalis dan kafirin yang jelas-jelas Allah Swt telah memerintahkan kita untuk menghancurkannya.

Kita, pemilik sah dari satu negeri Islam terbesar dunia ini, bisa-bisanya bersikap permisif dengan pengiriman salah seorang anak negerinya untuk mengikuti Miss Universe yang jelas-jelas mengumbar aurat bahkan di tonton jutaan mata kaum kafirin.

Saya yakin, ada banyak tokoh Islam di negeri ini yang masih lurus dan berani menentang semua itu. Tapi harus diakui, kekuatan Islam di lingkaran kekuasaan negara tidak ada. Nol besar. Bisa jadi banyak pejabat kita KTP-nya Islam, dari presiden hingga lurah, namun mereka tidak bersungguh-sungguh menjadikan perjuangan menegakkan kalimat tauhid sebagai sebuah tujuan utama, melainkan hanya sebagai senda-gurau atau alat manipulasi. Fakta yang terjadi adalah kekuatan kuantitatif umat Islam hanya sekadar dijadikan barang dagangan di pusat kekuasaan bagi segelintir oportunis dan badut politik. Tidak lebih.

Sederhananya, jika para tokoh Islam di akar rumput banyak yang bersungguh-sungguh menghidupi Islam, maka sebaliknya, banyak orang yang mengaku sebagai tokoh umat Islam yang ada di sekitar pusat kekuasaan bersungguh-sungguh hidup dari Islam. Yakni menjadikan Islam dan umat-Nya sebagai barang dagangan, sebagai sekadar alat tawar bagi kepentingan-kepentingan pribadi dan golongannya sendiri. Ayat-ayat Allah Swt pun dijadikan kedok atau tameng untuk mengelabui umat. Allah Swt di dalam kitab suci al-Qur’an telah menunjukkan jika orang-orang seperti ini adalah satu kaum yang telah menukar akherat dengan kelezatan dunia. Dan mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang merugi.

Sejak berabad silam hingga sekarang, kelompok-kelompok rahasia Luciferian terus bekerja siang dan malam untuk menyesatkan umat manusia dan menyukseskan agenda The New World Order-nya. Beberapa di antaranya adalah Freemasonry, Rosikrusian, Golden Dawn, Round Table, Bildeberger, Bohemian Groove, Libertarian (di Indonesia, dulu dikenal sebagai Mafia Berkeley, sekarang berganti nama menjadi Neo-Liberal. Juga termasuk Islam Liberal), The Satanic Church, Theosofie (termasuk Kejawen), Zionis, dan sebagainya.

Mereka bergerak di berbagai bidang kehidupan. Tidak ada satu pun bidang kehidupan yang dilewatkan oleh mereka untuk mensukseskan misinya. Sebab itu, sebagai umat Islam kita wajib kembali kepada jalan para Nabi yani memperjuangkan ketauhidan. Agar kita tidak tertipu oleh kelompok orang yang suka memutar-mutar lidah membaca ayat-ayat Alah Swt, namun sesungguhnya bekerja untuk melayani kepentingan kaum Liberal dan Lucferian.

Pemahaman Dajjalisme

Dajjal itu sendiri memiliki arti sebagai Pendusta atau Penyamar. Dalam bahasa Arab, istilah “Dajjal” juga lazim digunakan untuk menamakan “nabi palsu” dan “Al-Masih Ad-Dajjal” lebih kurang “Imam Mahdi Palsu” atau dalam kamus Alkitab disebut sebagai “Mesias Palsu” atau “Anti Christ”.

Berbagai hadits menyebutkan jika salah satu kemampuan utama Dajjal adalah menipu manusia. Kelak, di hari kemunculannya, kehadiran Dajjal akan didukung oleh sistem Dajjalistis di mana umat manusia akan digiring dan ditipu mentah-mentah oleh jaringan pembuat opini publik yang menyebutkan Dajjal adalah Imam Mahdi atau Ratu Adil. Banyak media massa di berbagai negara—media cetak, radio, televisi, hingga internet—akan menyebut Dajjal sebagai Ratu Adil, yang akan membawa harapan akan perubahan yang lebih baik. Banyak umat manusia akan tertipu oleh media massa dunia ini dan menjadi pengikut atau pengagum Dajjal
Sebaliknya, Imam Mahdi yang asli, yang akan membawa perubahan yang hakiki, oleh media massa yang dikuasai sistem Dajjal akan dikampanyekan sebagai seorang pembohong, pendusta, bahkan harus diperangi.

Hanya umat Islam yang memegang tali Allah dengan kuat yang tidak akan tertipu oleh sistem Dajjalistis seperti ini. Sedangkan umat manusia, termasuk orang Islam, yang lebih menyukai dunia dengan segala kenikmatan dan kelezatannya, yang lebih gemar jalan-jalan ke mall ketimbang ke masjid, yang lebih gemar mengusap-usap mobil mewah ketimbang memilin tasbih, mereka semua akan menjadi pengikut Dajjal, bahkan jauh sebelum Dajjal itu sendiri akan muncul.

Bahkan beberapa di antaranya akan menjadi tim sukses Dajjal yang akan membelokkan hati dan akal manusia agar berpaling dari ajaran Islam yang benar, memalingkan manusia dari akherat, dan menjadikan dunia sebagai surga kehidupannya. Orang-orang seperti ini pandai sekali memutar-mutar lidah, mengutip berbagai dalil Qur’an dan hadits, bahkan lebih pandai ketimbang orang pada umumnya. Namun karena hatinya lebih condong pada dunia maka segala yang keluar dari mulut dan otaknya adalah dunia, dunia, dan dunia.


Fenomena ini sudah ada di depan mata kita sekarang di mana Islam dan umat-Nya dijadikan barang dagangan. Dengan berbagai dalih agama, mereka berupaya keras menghimpun orang dalam barisannya dan setelah itu dijadikan bargainning power (alat tawar) terhadap siapa pun yang dianggap mampu untuk memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri.

Kembalilah ke Islam. Islam dalam artian sesungguhnya. Bukan Islam yang dikerdilkan sekadar untuk memuaskan musuh-musuh politik. Bukan Islam yang dibonsai demi mencapai kuota kekuasaan. Bukan Islam yang mau tunduk pada kemungkaran yang ada di depan matanya. Jadilah pribadi yang lebih mencintai akherat ketimbang dunia. Jadilah pribadi yang berani mengatakan al-haq dan membongkar yang bathil, walau Anda nanti harus sendirian dan dicaci-maki teman-teman sendiri. Jadilah pribadi yang lebih mencintai orang-orang tertindas, kaum dhuafa, fukoro lan masakin, ketimbang berdekat-dekatan dan bermesra-mesraan dengan penguasa, koruptor, perampok uang umat, penipu, dan sebagainya. Jika Anda yakin berada dalam kebenaran, Anda tetap berada dalam jamaah Allah SWT, walau Anda sendirian! Allah SWT itu sendirian, dan kesendirian Allah SWT merupakan kekuatannya.

Solusi Saat ini

Menjadi kewajiban semua umat Islam-lah untuk menegakkan syariat Islam di mana pun berada. Ini fardhu ’ain. Namun jika para tokoh Islam yang ada di parlemen dan pemerintahan sekarang ini sudah alergi dengan penegakan syariat Islam, sudah malu dengan identitas keislamannya, dan sudah terlena dengan ideologi buatan manusia, maka tinggalkanlah mereka. Sekarang ini, belum ada satu pun partai politik yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Sebab itu, tinggalkanlah mereka semua dan jangan ikut-ikutan permainan Dajjal yang sesungguhnya menipu tersebut.

Apa yang harus kita perbuat jika kenyataannya memang menyedihkan begitu?

Pertama, kita harus belajar dan mendalami Islam kepada guru atau ustadz yang benar. Bukan kepada guru yang belepotan lumpur politik, bukan kepada guru yang mengajak ngebom sana-ngebom sini, bukan kepada guru yang baru saja bertemu langsung bertanya pada kita, “Sudah berapa orang yang bisa kamu rekrut?”

Belajarlah kepada guru atau ustadz yang ketika pertama kali bertemu menanyakan sudahkah kita mengerjakan sholat tahajud, puasa Senin-Kamis, sholat Dhuha, atau sudahkah tambah hafalan kita. Insya Allah, ustadz yang demikian akan menuntun kita ke jalan yang benar.

Kedua, tingkatkanlah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan banyak-banyak membaca buku. Tinggalkanlah atau sedikitkan waktumu untuk menonton teve, main Fesbuk, Twitter, Chatting, dan yang sebagainya. Termasuk menyedikitkan menghafal atau mendengarkan nasyid (apalagi nyanyian yang lain), karena ini pun tidak dianjurkan. Semua itu hanyalah pekerjaan membuang-buang waktu.

Hadirilah kajian-kajian agama dan keilmuan lainnya yang bisa meningkatkan ilmu dan wawasan kita dan tinggalkanlah majelis-majelis partai politik karena yang ini sama sekali tidak ada gunanya sekarang.

Ketiga, buatlah jaringan sosial dengan orang-orang alim, mereka yang saling nasehat-menasehati dalam Islam, dan saling menganjurkan untuk berbuat kebaikan.

Keempat, hidupkanlah Islam dan jangan sekali-kali hidup dengan menjual Islam. Janganlah jadi pedagang umat. Allah SWT Maha Tahu apa yang tengah kita lakukan. Banyak orang ber-KTP Islam sekarang ini yang menjual ayat-ayat Allah SWT dengan harga amat murah, ditukar dengan kelezatan kehidupan dunia yang fana. Sehingga tanpa risih sedikit pun mereka tega mempermainkan perintah Allah SWT dan mengatakan sesuatu tanpa ilmu yang haq. Islam sudah ketinggalan zaman-lah, jilbab hanya sekadar persoalan secarik kain-lah, dan sebagainya.

Kelima, jangan pernah merasa takut sedikit pun jika Anda sudah melakukan ini semua dan banyak orang menganggap kita aneh, bahkan menyatakan jika kita sendirian. Teruslah berjalan di atas rel Islam yang lurus, walau mungkin itu berarti kita sendirian. Ingat, Allah SWT itu pun sendirian, dan kesendirian Allah SWT itulah kekuatan-Nya. Jalan para Nabi adalah jalan sunyi yang penuh dengan onak dan duri. Semoga Allah SWT selalu memudahkan segala urusan kita semua dan membimbing hati kita agar selalu berada dalam jalan-Nya yang lurus. Wallahu’alam bishawab.

Wassalammua’alikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sabtu, 19 Juni 2010

Ibadah 500 Thn Tidak Sebanding dengan 1 Nikmat Allah SWT

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu bersabda, 'Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia memberitahu, 'Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Sesungguhnya Allah memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung.

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga.

Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba itu membantah, 'Ya Rabbi, aku masuk Surga karena perbuatanku.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba tersebut membantah lagi, 'Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.'

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, 'Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya.'

Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain। Allah Ta’ala berfirman, 'Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke Neraka!'
Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka. Hamba itu lalu berkata, 'Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam SurgaMu.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Kembalikanlah ia.'

Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, 'Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?'
Hamba tersebut menjawab, 'Engkau, wahai Tuhanku.'

Allah bertanya lagi, 'Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmatKu?'
Dia menjawab, 'Semata-mata karena rahmatMu.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?'
Dia menjawab, 'Engkau Ya Rabbi.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!?'
Hamba itu menjawab, 'Engkau ya Rabbi.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Itu semua berkat rahmatKu. Dan hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.' Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke dalam Surga."

Jibril ‘Alaihis Salam melanjutkan, "Wahai Muhammad, sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat Rahmat Allah Ta’ala." (HR. Al-Hakim, 4/250.)

Jumat, 18 Juni 2010

Keutamaan Shalat Fajar Melebihi Seisi Bumi

Rasulullah lebih menyukai Shalat sunnah dari pada dunia semuanya. Bahkan didalam hadisnya yang lain dinyatakan; shalat fajar dua rokat itu nilainya yang akan Allah berikan kepada orang yang melakukannya ini lebih banyak, lebih baik daripada dunia dan seisinya.

Dunia ini isinya luar biasa. Apa yang ada dipermukaan dunia ini kekayaannya begitu luar biasa. Belum lagi yang terdapat didalam tanah. Ada emasnya, ada tembaganya, ada peraknya, ada intan berharga, yang dilaut juga, yang di udara juga banyak sekali.

Bahkan Allah Maha kaya. Kita di dunia ini terkagum-kagum dengan seseorang konglomerat yang kekayaannya triliyunan. Terkagum-kagum kepada orang yang punya mobil sampai seribu misalnya, punya rumah jutaan dimana-mana, punya hotel dimana-mana, orang punya emas sampai satu ton. Tapi sekaya-kayanya manusia didunia ini bila dibandingkan dengan kekayaan Allah swt tidak adaapa-apanya.

Orang yang melakukan shalat sunnah fajar yang hanya dua rokaat itu, Allah akan berikan balasan lebih banyak, lebih baik dari pada dunia ini dan sekaligus seisinya. Maka Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan shalat sunnah fajar ini. Allah akan memberikan balasan yang banyaknya tidak bisa diukur dengan kekayaan Allah yang ada di bumi yang kita lihat ini.



Telah kita ketahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu menyempatkan diri melaksanakan shalat dua rakat sebelum shalat subuh berjamaah bersama para sahabat. Dan dalam mengerjakan shalat fajar, Nabi selalu meringankannya. Tentu saja jika shalatnya ringan atau cepat, ayat atau surat yang dibaca pun pasti pendek. Dalam hadist yang di riwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anha disebutkan,

“Aku mengamati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama sebulan, beliau membaca dalam dua rakaat sebelum fajar : Qul ya ayyuhal kaafirun dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata bahwa ini adalah hadist hasan) (27)

Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa Rasulullah membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas dalam shalat fajarnya. Sesuai dengan urutan surat-surat Al-Qur’an dan bunyi hadist, surat Al-Kafirun beliau baca pada rakaat pertama. Sedangkan surat Al-Ikhlas dibaca pada rakaat kedua.

Dua surat ini termasuk dalam jajaran surat-surat yang pendek dan termasuk dalam golongan surat-surat Makkiyyah, yakni surat-surat yang diturunkan di Makkah sebelum beliau hijrah ke Madinnah.

Dalam hadist lain riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu disebutkan,

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca dalam dua rakaat fajar: Qul Yaa Ayyuhal kaafiraun dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. Muslim) (28)

Ayat Lain yang Dibaca Nabi dalam Shalat Sunnah Fajar

Dalam dua rakaat fajarnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas. Namun beliau juga membaca ayat lain, yakni ayat ke 136 dari surat Al-Baqarah dan ayat ke 52 atau 64 dari surat Ali Imran. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma,

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca pada rakaat pertama dari dua rakaat fajar : Quuluu aamannaa billaahi wamaa uunzila ilayna, satu ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. Dan pada rakaat kedua, beliau membaca : Aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun.” Dalam riwayat yang lain, “Dan beliau membaca satu ayat yang terdapat dalai surat Ali Imran pada rakaat kedua: Ta’aalaw ilaa kalimatin sawaa’in baynanaa wa baynakum.” (keduanya diriwayatkan Imam Muslim) (29)

Jadi, dalam shalat sunnah fajar, Nabi hanya membaca Al-Fatihah dan dua ayat pendek dari surat Al-Baqarah dan Ali Imran tersebut. DR. Musthafa Said Al-Khin berkata, “Yang disunnahkan dan yang sebaiknya adalah memadukan hadist-hadist dalam masalah ini. Misalnya, seseorang membaca pada rakaat pertama dalam shalat sunnah fajarnya dengan ayat dari surat Al-Baqarah dan surat Al-Kafirun. Kemudian pada rakaat keduanya, dia membaca ayat dari surat Ali Imran dan surat Al-Ikhlas. Hal yang seperti ini bukan berarti menafikan sisi peringanan dua rakaat tersebut. Karena shalat yang ringan adalah relatif, apabila dibandingkan dengan shalat yang panjang.” (30)

Demikian menurut DR. Musthafa, bahwa dua bacaan tersebut digabungkan menjadi satu dan di baca dalam satu rakaat. Namun menurut kami, yang benar adalah masing-masing dibaca sendiri-sendiri dalam satu rakaat, tanpa perlu digabung. Jika seseorang sudah membaca surat Al-Kafirun dalam rakaat pertamanya, maka hal itu sudah cukup dan tidak perlu ditambah dengan membaca Qulu amanna. Begitu pula pada rakaat kedua, jika sudah membaca Al-Ikhlas, tidak perlu lagi membaca ayat 136 dan 52 dari surat Ali Imran. Dan yang seperti ini sudah mengikuti kebiasaan (baca : sunnah) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sebab, tidak mungkin menggabungkan dua kebiasaan dalam satu kali perbuatan. Sama halnya dengan shalat jum’at, dimana Nabi biasa membaca surat Al-A’la dan Al-Ghasyiyah, namun terkadang beliau juga membaca surat Al-Jumu’ah dan Al-Mnafiqun. Apakah anda pernah mendengar seorang imam Jum’at yang membaca surat Al-A’la dan Al-Jumu’ah sekaligus dalam satu rakaat? Jawabnya, tentu tidak! Wallahu a’lam.

Kamis, 17 Juni 2010

Berburu Karomah Cinta

Betapa banyak orang, baik rakyat ataupun pejabat, mereka telah menjadi budak-budak cinta

“Hidup tanpa cinta
Bagai taman tak berbunga
Begitulah kata para pujangga”

Hidayatullah.com--Demikianlah sya'ir lagu yang dibawakan oleh 'Bung' Haji Roma Irama, yang menggambarkan akan kehampaan dunia, tanpa dihiasi cinta. Cinta adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada anak manusia, bahkan -bagi orang mukmin- keberadaannya telah menjadi syarat akan keimanan mereka, “Tidak beriman di antara kalian, hingga kalian mencintai saudara kalian, sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri”, demikianlah penegasan Rasulullah, akan anjuran kepada kaum muslimin untuk menyebarluaskan cinta antarsesama, khususnya, terhadap saudara seiman.

Cinta adalah sebuah legenda yang tidak pernah habis untuk dibahas. Ia datang dan pergi tanpa harus permisi. Tiba-tiba ia hinggap di hati, dan bisa jadi, sekejab kemudian ia menghilang. Itulah cinta, penuh dengan dinamika.

Bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, maka mereka akan mengorbankan apapun yang dimiliki, demi mewujudkan apa yang dicintai. Bukan cinta namanya, kalau seseorang tidak mau berkorban untuk menggapai apa yang dicintainya, karena memang cinta identik dengan pengorbanan.

Nah, di sini lah kita harus mewas diri terhadap cinta, sebab kalau kita lengah, harga diri kita akan tergilas olehnya. Bahkan, akhirat kita juga akan menjadi taruhannya. Apa sekejam itu cinta? Yaa, tapi tetap tergantung kepada siapa yang mengendalikannya.

Para Budak Cinta

Kalau diumpamakan, cinta itu bagaikan pisau bermata dua. Satu sisi ia bisa menjadi inspirasi yang mampu melejitkan diri. Dan di sisi yang lain, ia bisa menjelma menjadi sosok yang akan menghancurkan kita sendiri. Dan hal tersebut akan terjadi, apa bila kita memposisikannya (cinta), laksana seorang raja yang harus ditaati titahnya, tanpa harus mempedulikan batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Sang-Penganugerah cinta, Allah.

Sepertinya, hal inilah yang sedang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita saat ini. Betapa banyak orang, baik itu rakyat ataupun pejabat, mereka telah menjadi budak-budak cinta. Rasa malu sepertinya telah sirna, karena kerakusan mereka di dalam memenuhi hajat cinta.

Perhatikanlah, kasus perzinaan, sepertinya telah menjadi berita biasa, karena hampir setiap saat kita disuguhkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang memilukan tersebut. Atas dasar suka sama suka, dengan 'lapang dada' mereka melakukan perbuatan keji, yang dimurkai Allah tersebut.

Ini masih dalam konteks, sama-sama 'ridha'. Belum lagi kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, dan lain sebagainya.

Kasus korupsi, yang didasari oleh cinta terhadap harta yang berlebihan, telah menyebabkan negeri ini menjadi salah satu negeri terkorup di dunia. Ratusan ribu anak putus sekolah dan mati karena kelaparan, disebabkan asupan uang yang harusnya mengalir ke tangan mereka, justru tersendat di kantong-kantong para koruptor. Ironinya, 'budaya' korupsi ini tidak hanya melanda kolongan elit, namun, mereka yang masih duduk di kelas 'teri' pun tak mau ketinggalan.

Cinta yang brutal macam inilah, yang benar-benar akan menggiring pemiliknya, selangkah demi selangkah menuju gerbang kehancuran di dunia. Lebih-lebih di akhirat kelak.

Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur segalanya, temasuk masalah cinta dengan begitu indah, sehingga tidak menjerumuskan kepada kebinasaan. Dalam Al-Quran, terdapat sosok suri tauladan yang sangat agung, yang mampu mengelola cintanya, dan dengan hal tersebut, beliau dimuliakan oleh Allah. Dia adalah Nabiullah Yusuf 'Alaihissalam.

Dari sekian banyak kisah para Nabi yang tertera dalam Al-Quran, kisah Nabi Yusuf, merupakan kisah yang paling unik, sebab kisahnya memiliki 'page' tersendiri. Mulai dari awal surat hingga akhirnya, mengisahkan perjalanan beliau. Hal ini tentu saja karena di dalam dirinya terdapat pelajaran-pelajarn yang sangat penting, yang harus kita ikuti. Dan diantaranya adalah tauladan cinta.

Beliau merupakan sosok yang sangat berpegang teguh dalam menjaga kesucian cinta. Dan itu dipertahankan, tidak hanya dalam kondisi sukar, dalam keadaan nyaman pun prinsip ini tetap dipegang erat-erat.

Penolakan terhadap bujuk rayu Zulaikha untuk melakukan perbuatan keji (zina) adalah bukti akan kekuatan beliau di dalam menjaga prinsip, untuk tidak mencederai kemurnian cinta. Ia sadar apa yang akan dilakukannya ini merupakan perbuatan bejat yang dimurkai oleh Allah, dan yang akan membinasakannya. Pada akhirnya, sekuat apapun usaha Zulaikha untuk menundukkan hati Yusuf agar takluk di pangkuannya, gagal total dan Yusuf terhindar dari dosa besar.

Ketika beliau telah diangkat menjadi bendahara negara yang menangani mesalah pangan, tidak serta-merta posisi tersebut menjadikan beliau tamak harta (sebelumnya beliau pernah menjadi budak).

Begitu pula, tatkala ada kesempatan untuk membalas perilaku kakak-kakaknya yang telah membuangnya ke dasar sumur, tidak beliau laksanakan, karena memang cinta yang bersemayam di hati beliau benar-benar cinta yang murni, yang lebih mencintai untuk memberi maaf, dari pada harus membalas, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Yusuf: 92)

Inilah di antara kisah perjalanan cinta Nabi Yusuf, yang secara nyata telah mampu mengantarkan beliau ke posisi mulia. Firman Allah dalam Al-Quran, “Mereka berkata, “demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau (Yusuf) di atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang bersalah.” (Yusuf: 91)

Cinta yang Berkaromah

Dari ulasan di atas, bukan berarti Islam melarang umatnya untuk mencintai lawan jenisnya, ataupun harta yang mereka miliki. Justru sebaliknya, Al-Quran menjelaskan, bahwa memang telah dihiasi manusia itu keindahan berupa cinta terhadap istri, anak, harta dan lain-lain, “Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah dan ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik,” demikian Firman Allah dalam Al-Quran, surat Al-Imron, 14.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengantarkan cinta, hingga mendatangkan karomah (pengaruh baik) bagi setiap pribadi yang sedang dirasuki olehnya, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Yusuf?

Allah sebagai Penanganugerah cinta telah menjelaskan dalam Al-Quran, bahwa untuk mendapatkan hal tersebut, maka, orang itu harus memposisikan cinta sesuai dengan hirarkinya. Cinta memiliki hirarki, ketika cinta telah mengikuti jejak hirarki tersebut, maka, kemuliaan yang didasari oleh cinta pun akan diperoleh.

Adapun hirarki pertama, dan itu harus menjadi landasan untuk mencintai hal-hal yang lainnya adalah cinta ke pada Allah. Allah sebagai pecipta manusia, yang telah menganugerahkan kepada mereka bumi dan apa yang ada di dalamnya, harus kita utamakan. Dan ketika hal tersebut kita lakukan, kita akan menuai akan manisnya iman. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah, ada tiga hal yang akan menjadikan seseorang mengecap manisnya iman, dan salah satu di antara tiga hal tersebut adalah, mencintai Allah di atas segalanya.

Mencintai Allah, menuntut kita untuk mencintai apa yang Ia cintai, dan membenci apa yang Ia benci, termasuk juga, dengan menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan menjauhi apa yang dilarang.

Hanya dengan inilah, kita bisa membuktikan akan ketulusan cinta kita kepada-Nya. Allah berfirman tentang hal ini, “Katakanlah (Muhammad), “jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Imran: 31).

Cinta model ini pula, yang telah mengantarkan Umar bin Khathab, menjadi sosok yang mulia, yang sebelumnya, merupakan sosok yang bengis. Al-kisah, pada suatu hari Rasulullah menanyai tentang besar cintanya terhadap beliau. Umar menjawab, “Aku mencintaimu ya Rasulullah melebihi cintaku kepada semua yang lain kecuali diriku sendiri”. Mendengar jawaban demikian, Rasulullah akhirnya menimpali, “Tidak wahai Umar! Sampai aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.”

Ketika cinta telah mengikuti hirarki demikian, maka, cinta kita terhadap yang lainnya akan lurus. Cinta terhadap istri, anak-anak, keluarga, harta benda, jabatan, akan menjadi lurus kalau ia berada dalam ruang besar yang bernama cinta kepada Allah. Tidak akan ada cerita tentang penyelewengan cinta, yang dilakukan bani Adam, ketika cinta mereka telah menapaki jejak cinta yang telah ditetapkan oleh Allah. Sikap sami'na wa atha'na (kami dengar dan kami taati) terhadap apa yang telah menjadi ketetapan Allah dan Rasulnya (tanpa harus mendiskusikannya terlebih dahulu), juga menjadi cirri akan kemurnian cinta kepada Ilahi Rabbi.

Dan cinta tipe inilah yang telah diterapkan oleh Nabi Yusuf, sehingga beliau dikaruniai kemuliaan oleh Allah. Simaklah jawaban beliau, ketika dibujuk rayu oleh Zulaikha, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik….” (Yusuf: 23).

Kesimpulannya, untuk meraih karomah cinta, maka, kita harus memposisikan cinta sesuai dengan hirarki yang telah dipaparkan di atas. Mudah-mudahan Allah mencatat kita termasuk golongan orang-orang yang telah menapakkan cinta sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Yusuf 'Alaihi Wassalam. Wallahu'alam bis-shawab. [Robin Sah/hidayatullah.com]